Iklan sangatlah penting untuk anda yang mempunyai produk jasa/barang karena dengan adanya iklan anda bisa memperkenalkan produk anda ke masyarakat luas.
Biaya iklan pun bervariatif mulai dari ratusan ribu hingga miliaran rupiah padahal hanya dengan sedikit kreatifitas kita bisa beriklan tanpa harus mengeluarkan biaya besar.
Berikut ini sedikit "trik gila" untuk beriklan :
Call request
Setiap acara radio biasanya mempunyai program request lagu dan titip salam lewat telpon,Nah... disini anda bisa mengiklankan produk anda,katakanlah anda mempunyai cafe yang diberi nama cafe enjoy,kemudian anda telpon radio untuk request lagu dengan perkataan seperti ini "saya nitip salam buat roy yang lagi nongkrong di cafe enjoy,jangan kebanyakan nongkrong loh mentang-mentang makanannya enak n murah nanti duitnya abis loh.." dari perkataan tersebut secara tidak langsung anda sudah mengiklankan produk anda lewat radio bahkan cuma modal pulsa doank loh..... :-)
Bikin Rame
Kita ambil contoh anda baru saja membuka warnet tapi hanya sedikit pengunjung yang datang, caranya anda bisa meminta teman anda atapun sodara anda serta orang-orang terdekat anda untuk datang ataupun sekedar nongkrong diwarnet anda sesering mungkn sehingga tempat anda terlihat rame, dari keramaian yang anda buat secara tidak langsung akan menarik perhatian banyak orang yang ada disekitar warnet anda dan BoomM...warnet anda bisa kebanjiran pengunjung tuh.....
Iklan Lewat Uang Kertas
Cara ini agak sedikit aneh tapi lumayan efektif, misalkan anda mempunyai sebuah website katakanlah "enjoy.com" kemudian anda tuliskan website anda "enjoy.com" disetiap uang kertas yang anda punya, pada saat uang tersebut anda belanjakan otomatis uang anda berpindah tangan ke orang lain dan orang lain yang penasaran akan langsung mengaakses website anda, bukankah ini trik iklan yang simple tapi efektif....
Sabtu, 19 Maret 2011
Selasa, 15 Maret 2011
pendidikan eu
Pendidikan saat ini termasuk salah satu hal yang sangat penting. Saat ini hampir semua orang tua berusaha keras untuk mencari sekolah yang terbaik bagi anak-anak mereka. Tujuannya tentu untuk mempersiapkan masa depan anak-anaknya. Semua orang berharap sekolah akan membantu memberi arah agar individu bisa lebih siap memasuki dunia kerja. Tetapi, kita sadar bahwa betapa dunia kerja semakin lama semakin kompleks, dan semakin bervariasi.
Ya, dua puluh tahun lalu, kita tidak pernah berpikir akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru seperti computer programmer, network engineer, wedding organizer atau financial consultant. Nandan M. Nilekani, managing director Infosys Technologies, bahkan memperkirakan akan terciptanya 20.000 jabatan baru di tahun 2015. Bagaimana kita yang sudah terjun di dunia kerja mempersiapkan hal ini? Sekolah seperti apa yang perlu kita cari? Training seperti apa yang perlu kita ikuti? Bagaimana sekolah mempersiapkan lulusan “siap kerja”, sementara jenis pekerjaan di masa depan belum jelas bentuk dan variasinya?
Kalau sebelum ini, kita menghawatirkan bahwa dengan globalisasi, tenaga asing akan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dkerjakan oleh orang pribumi. Sekarang kita perlu melihat ancaman dalam pekerjaannya sendiri. Apakah dalam model bisnis masa depa pekerjaan saya masih perlu dikerjakan secara manual? Inovasi perbankan telah menghadirkan ATM sehingga orang tidak perlu mengantri di bank untuk mmenarik, mentransfer, bahkan menyetor uang. Bagaimana kalau kita bekerja di bidang seperti “ Investment Banking” yang tiba-tiba punah dalam setahun? Apa yang akan terjadi bila mahasiswa lebih memilih bidang yang populer dan secara tiba-tiba terjadi surplus pada tenaga kerja, karena pekerjaan menyusut? Kita juga perlu mempertanyakan, apakah industri tempat kita bekerja masih diperlukan masyarakat? Apakah kehadiran kita di kantor memang memberikan konstribusi yang signifikan?
Siaga dalam Bekerja
Kita memang tidak hidup di generasi orang tua kita di mana pendidikan dan pekerjaan seperti garis linear, yang bisa diprediksikan. Bukankah kita sadar bahwa pendidikan pertanian di negara kita menghasilkan sarjana ahli pertanian dan perikanan yang handal tetapi kemudian bekerja sebagai bankir, analis finance atau pekerjaan yang sama sekali bertolak belakang dengan pendidikannya. Terlepas dari tanggungjawab berprofesinyadan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dari sini sebetulnya kita bisa memahami bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Seorang ahli IT direkrut sebagai manajer di sebuah perusahaan besar. Bawahan yang terampil dan akuntabel membuat manajer ini bisa sedikit bersantai dan tinggal memanage anak buahnya saja. Tanpa disadari, dalam perkembangannya, manajemen merasa bahwa manajer ini sudah tidak mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam knowledge management dan teknologi informasi, sehingga terpaksa menggantikannya dengan seseorang yang dianggap lebih ahli dan kreatif. Kemampuan teknis yang kita rasakan cukup dalam waktu singkat bisa tidak memadai lagi. Manajer ini lupa bahwa kita tidak bisa puas dengan apa yang sudah kita miliki. Banyak hal baru yang perlu dipelajari. Bukan hanya paham, tetapi juga harus mendalam. Bukan hanya terkait keahlian teknis tetapi juga kreativitas, wawasan dan interpersonal. Ini tentu membangkitkan kewaspadaan kita agar selalu bisa cair beradaptasi, flexibel, dan siap menerima perubahan dengan cepat. “ Careers will come and go, as do businesses and industries view a job as temporary gig and learn how to springboard to the next emerging oppuortunities and needs,” demikan ungkap seorang futuris.
Ubah Paradigma terhadap Pekerjaan
Dulu kita sering terpukau dengan titel pekerjaan seperti, dokter, insinyur, bankir, manajer bahkan direktur. Namun dalam dunia kerja yang kompleks ini, kita tahu titel pekerjaan menjadi tidak terlalu penting lagi. Kita perlu melihat pekerjaan sebagai set of skills yang diaplikasikan dengan kombinasi yang berbeda-beda terhadap situasi kerja yang berbeda. Seorang dokter perlu memilih apakah ia akan menjadi ahli jamur, parasit ataupun hal yang lebih spesifik lagi. Seorang insyinyur juga perlu memilih bidang otomotif, mekatronik, atau bidang spesifik lainnya. Bila kita bekerja di perusahaan besar, kita lebih baik mulai melihat tugas kita sebagai proyek-proyek atau kontrak-kontrak yang harus tuntas dan bernilai tambah.
Pendidikan saat ini termasuk salah satu hal yang sangat penting. Saat ini hampir semua orang tua berusaha keras untuk mencari sekolah yang terbaik bagi anak-anak mereka. Tujuannya tentu untuk mempersiapkan masa depan anak-anaknya. Semua orang berharap sekolah akan membantu memberi arah agar individu bisa lebih siap memasuki dunia kerja. Tetapi, kita sadar bahwa betapa dunia kerja semakin lama semakin kompleks, dan semakin bervariasi.
Ya, dua puluh tahun lalu, kita tidak pernah berpikir akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru seperti computer programmer, network engineer, wedding organizer atau financial consultant. Nandan M. Nilekani, managing director Infosys Technologies, bahkan memperkirakan akan terciptanya 20.000 jabatan baru di tahun 2015. Bagaimana kita yang sudah terjun di dunia kerja mempersiapkan hal ini? Sekolah seperti apa yang perlu kita cari? Training seperti apa yang perlu kita ikuti? Bagaimana sekolah mempersiapkan lulusan “siap kerja”, sementara jenis pekerjaan di masa depan belum jelas bentuk dan variasinya?
Kalau sebelum ini, kita menghawatirkan bahwa dengan globalisasi, tenaga asing akan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dkerjakan oleh orang pribumi. Sekarang kita perlu melihat ancaman dalam pekerjaannya sendiri. Apakah dalam model bisnis masa depa pekerjaan saya masih perlu dikerjakan secara manual? Inovasi perbankan telah menghadirkan ATM sehingga orang tidak perlu mengantri di bank untuk mmenarik, mentransfer, bahkan menyetor uang. Bagaimana kalau kita bekerja di bidang seperti “ Investment Banking” yang tiba-tiba punah dalam setahun? Apa yang akan terjadi bila mahasiswa lebih memilih bidang yang populer dan secara tiba-tiba terjadi surplus pada tenaga kerja, karena pekerjaan menyusut? Kita juga perlu mempertanyakan, apakah industri tempat kita bekerja masih diperlukan masyarakat? Apakah kehadiran kita di kantor memang memberikan konstribusi yang signifikan?
Siaga dalam Bekerja
Kita memang tidak hidup di generasi orang tua kita di mana pendidikan dan pekerjaan seperti garis linear, yang bisa diprediksikan. Bukankah kita sadar bahwa pendidikan pertanian di negara kita menghasilkan sarjana ahli pertanian dan perikanan yang handal tetapi kemudian bekerja sebagai bankir, analis finance atau pekerjaan yang sama sekali bertolak belakang dengan pendidikannya. Terlepas dari tanggungjawab berprofesinyadan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dari sini sebetulnya kita bisa memahami bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Seorang ahli IT direkrut sebagai manajer di sebuah perusahaan besar. Bawahan yang terampil dan akuntabel membuat manajer ini bisa sedikit bersantai dan tinggal memanage anak buahnya saja. Tanpa disadari, dalam perkembangannya, manajemen merasa bahwa manajer ini sudah tidak mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam knowledge management dan teknologi informasi, sehingga terpaksa menggantikannya dengan seseorang yang dianggap lebih ahli dan kreatif. Kemampuan teknis yang kita rasakan cukup dalam waktu singkat bisa tidak memadai lagi. Manajer ini lupa bahwa kita tidak bisa puas dengan apa yang sudah kita miliki. Banyak hal baru yang perlu dipelajari. Bukan hanya paham, tetapi juga harus mendalam. Bukan hanya terkait keahlian teknis tetapi juga kreativitas, wawasan dan interpersonal. Ini tentu membangkitkan kewaspadaan kita agar selalu bisa cair beradaptasi, flexibel, dan siap menerima perubahan dengan cepat. “ Careers will come and go, as do businesses and industries view a job as temporary gig and learn how to springboard to the next emerging oppuortunities and needs,” demikan ungkap seorang futuris.
Ubah Paradigma terhadap Pekerjaan
Dulu kita sering terpukau dengan titel pekerjaan seperti, dokter, insinyur, bankir, manajer bahkan direktur. Namun dalam dunia kerja yang kompleks ini, kita tahu titel pekerjaan menjadi tidak terlalu penting lagi. Kita perlu melihat pekerjaan sebagai set of skills yang diaplikasikan dengan kombinasi yang berbeda-beda terhadap situasi kerja yang berbeda. Seorang dokter perlu memilih apakah ia akan menjadi ahli jamur, parasit ataupun hal yang lebih spesifik lagi. Seorang insyinyur juga perlu memilih bidang otomotif, mekatronik, atau bidang spesifik lainnya. Bila kita bekerja di perusahaan besar, kita lebih baik mulai melihat tugas kita sebagai proyek-proyek atau kontrak-kontrak yang harus tuntas dan bernilai tambah.
Pendidikan saat ini termasuk salah satu hal yang sangat penting. Saat ini hampir semua orang tua berusaha keras untuk mencari sekolah yang terbaik bagi anak-anak mereka. Tujuannya tentu untuk mempersiapkan masa depan anak-anaknya. Semua orang berharap sekolah akan membantu memberi arah agar individu bisa lebih siap memasuki dunia kerja. Tetapi, kita sadar bahwa betapa dunia kerja semakin lama semakin kompleks, dan semakin bervariasi.
Ya, dua puluh tahun lalu, kita tidak pernah berpikir akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru seperti computer programmer, network engineer, wedding organizer atau financial consultant. Nandan M. Nilekani, managing director Infosys Technologies, bahkan memperkirakan akan terciptanya 20.000 jabatan baru di tahun 2015. Bagaimana kita yang sudah terjun di dunia kerja mempersiapkan hal ini? Sekolah seperti apa yang perlu kita cari? Training seperti apa yang perlu kita ikuti? Bagaimana sekolah mempersiapkan lulusan “siap kerja”, sementara jenis pekerjaan di masa depan belum jelas bentuk dan variasinya?
Kalau sebelum ini, kita menghawatirkan bahwa dengan globalisasi, tenaga asing akan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dkerjakan oleh orang pribumi. Sekarang kita perlu melihat ancaman dalam pekerjaannya sendiri. Apakah dalam model bisnis masa depa pekerjaan saya masih perlu dikerjakan secara manual? Inovasi perbankan telah menghadirkan ATM sehingga orang tidak perlu mengantri di bank untuk mmenarik, mentransfer, bahkan menyetor uang. Bagaimana kalau kita bekerja di bidang seperti “ Investment Banking” yang tiba-tiba punah dalam setahun? Apa yang akan terjadi bila mahasiswa lebih memilih bidang yang populer dan secara tiba-tiba terjadi surplus pada tenaga kerja, karena pekerjaan menyusut? Kita juga perlu mempertanyakan, apakah industri tempat kita bekerja masih diperlukan masyarakat? Apakah kehadiran kita di kantor memang memberikan konstribusi yang signifikan?
Siaga dalam Bekerja
Kita memang tidak hidup di generasi orang tua kita di mana pendidikan dan pekerjaan seperti garis linear, yang bisa diprediksikan. Bukankah kita sadar bahwa pendidikan pertanian di negara kita menghasilkan sarjana ahli pertanian dan perikanan yang handal tetapi kemudian bekerja sebagai bankir, analis finance atau pekerjaan yang sama sekali bertolak belakang dengan pendidikannya. Terlepas dari tanggungjawab berprofesinyadan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dari sini sebetulnya kita bisa memahami bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Seorang ahli IT direkrut sebagai manajer di sebuah perusahaan besar. Bawahan yang terampil dan akuntabel membuat manajer ini bisa sedikit bersantai dan tinggal memanage anak buahnya saja. Tanpa disadari, dalam perkembangannya, manajemen merasa bahwa manajer ini sudah tidak mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam knowledge management dan teknologi informasi, sehingga terpaksa menggantikannya dengan seseorang yang dianggap lebih ahli dan kreatif. Kemampuan teknis yang kita rasakan cukup dalam waktu singkat bisa tidak memadai lagi. Manajer ini lupa bahwa kita tidak bisa puas dengan apa yang sudah kita miliki. Banyak hal baru yang perlu dipelajari. Bukan hanya paham, tetapi juga harus mendalam. Bukan hanya terkait keahlian teknis tetapi juga kreativitas, wawasan dan interpersonal. Ini tentu membangkitkan kewaspadaan kita agar selalu bisa cair beradaptasi, flexibel, dan siap menerima perubahan dengan cepat. “ Careers will come and go, as do businesses and industries view a job as temporary gig and learn how to springboard to the next emerging oppuortunities and needs,” demikan ungkap seorang futuris.
Ubah Paradigma terhadap Pekerjaan
Dulu kita sering terpukau dengan titel pekerjaan seperti, dokter, insinyur, bankir, manajer bahkan direktur. Namun dalam dunia kerja yang kompleks ini, kita tahu titel pekerjaan menjadi tidak terlalu penting lagi. Kita perlu melihat pekerjaan sebagai set of skills yang diaplikasikan dengan kombinasi yang berbeda-beda terhadap situasi kerja yang berbeda. Seorang dokter perlu memilih apakah ia akan menjadi ahli jamur, parasit ataupun hal yang lebih spesifik lagi. Seorang insyinyur juga perlu memilih bidang otomotif, mekatronik, atau bidang spesifik lainnya. Bila kita bekerja di perusahaan besar, kita lebih baik mulai melihat tugas kita sebagai proyek-proyek atau kontrak-kontrak yang harus tuntas dan bernilai tambah.
Pendidikan saat ini termasuk salah satu hal yang sangat penting. Saat ini hampir semua orang tua berusaha keras untuk mencari sekolah yang terbaik bagi anak-anak mereka. Tujuannya tentu untuk mempersiapkan masa depan anak-anaknya. Semua orang berharap sekolah akan membantu memberi arah agar individu bisa lebih siap memasuki dunia kerja. Tetapi, kita sadar bahwa betapa dunia kerja semakin lama semakin kompleks, dan semakin bervariasi.
Ya, dua puluh tahun lalu, kita tidak pernah berpikir akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru seperti computer programmer, network engineer, wedding organizer atau financial consultant. Nandan M. Nilekani, managing director Infosys Technologies, bahkan memperkirakan akan terciptanya 20.000 jabatan baru di tahun 2015. Bagaimana kita yang sudah terjun di dunia kerja mempersiapkan hal ini? Sekolah seperti apa yang perlu kita cari? Training seperti apa yang perlu kita ikuti? Bagaimana sekolah mempersiapkan lulusan “siap kerja”, sementara jenis pekerjaan di masa depan belum jelas bentuk dan variasinya?
Kalau sebelum ini, kita menghawatirkan bahwa dengan globalisasi, tenaga asing akan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dkerjakan oleh orang pribumi. Sekarang kita perlu melihat ancaman dalam pekerjaannya sendiri. Apakah dalam model bisnis masa depa pekerjaan saya masih perlu dikerjakan secara manual? Inovasi perbankan telah menghadirkan ATM sehingga orang tidak perlu mengantri di bank untuk mmenarik, mentransfer, bahkan menyetor uang. Bagaimana kalau kita bekerja di bidang seperti “ Investment Banking” yang tiba-tiba punah dalam setahun? Apa yang akan terjadi bila mahasiswa lebih memilih bidang yang populer dan secara tiba-tiba terjadi surplus pada tenaga kerja, karena pekerjaan menyusut? Kita juga perlu mempertanyakan, apakah industri tempat kita bekerja masih diperlukan masyarakat? Apakah kehadiran kita di kantor memang memberikan konstribusi yang signifikan?
Siaga dalam Bekerja
Kita memang tidak hidup di generasi orang tua kita di mana pendidikan dan pekerjaan seperti garis linear, yang bisa diprediksikan. Bukankah kita sadar bahwa pendidikan pertanian di negara kita menghasilkan sarjana ahli pertanian dan perikanan yang handal tetapi kemudian bekerja sebagai bankir, analis finance atau pekerjaan yang sama sekali bertolak belakang dengan pendidikannya. Terlepas dari tanggungjawab berprofesinyadan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dari sini sebetulnya kita bisa memahami bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Seorang ahli IT direkrut sebagai manajer di sebuah perusahaan besar. Bawahan yang terampil dan akuntabel membuat manajer ini bisa sedikit bersantai dan tinggal memanage anak buahnya saja. Tanpa disadari, dalam perkembangannya, manajemen merasa bahwa manajer ini sudah tidak mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam knowledge management dan teknologi informasi, sehingga terpaksa menggantikannya dengan seseorang yang dianggap lebih ahli dan kreatif. Kemampuan teknis yang kita rasakan cukup dalam waktu singkat bisa tidak memadai lagi. Manajer ini lupa bahwa kita tidak bisa puas dengan apa yang sudah kita miliki. Banyak hal baru yang perlu dipelajari. Bukan hanya paham, tetapi juga harus mendalam. Bukan hanya terkait keahlian teknis tetapi juga kreativitas, wawasan dan interpersonal. Ini tentu membangkitkan kewaspadaan kita agar selalu bisa cair beradaptasi, flexibel, dan siap menerima perubahan dengan cepat. “ Careers will come and go, as do businesses and industries view a job as temporary gig and learn how to springboard to the next emerging oppuortunities and needs,” demikan ungkap seorang futuris.
Ubah Paradigma terhadap Pekerjaan
Dulu kita sering terpukau dengan titel pekerjaan seperti, dokter, insinyur, bankir, manajer bahkan direktur. Namun dalam dunia kerja yang kompleks ini, kita tahu titel pekerjaan menjadi tidak terlalu penting lagi. Kita perlu melihat pekerjaan sebagai set of skills yang diaplikasikan dengan kombinasi yang berbeda-beda terhadap situasi kerja yang berbeda. Seorang dokter perlu memilih apakah ia akan menjadi ahli jamur, parasit ataupun hal yang lebih spesifik lagi. Seorang insyinyur juga perlu memilih bidang otomotif, mekatronik, atau bidang spesifik lainnya. Bila kita bekerja di perusahaan besar, kita lebih baik mulai melihat tugas kita sebagai proyek-proyek atau kontrak-kontrak yang harus tuntas dan bernilai tambah.
Pendidikan saat ini termasuk salah satu hal yang sangat penting. Saat ini hampir semua orang tua berusaha keras untuk mencari sekolah yang terbaik bagi anak-anak mereka. Tujuannya tentu untuk mempersiapkan masa depan anak-anaknya. Semua orang berharap sekolah akan membantu memberi arah agar individu bisa lebih siap memasuki dunia kerja. Tetapi, kita sadar bahwa betapa dunia kerja semakin lama semakin kompleks, dan semakin bervariasi.
Ya, dua puluh tahun lalu, kita tidak pernah berpikir akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru seperti computer programmer, network engineer, wedding organizer atau financial consultant. Nandan M. Nilekani, managing director Infosys Technologies, bahkan memperkirakan akan terciptanya 20.000 jabatan baru di tahun 2015. Bagaimana kita yang sudah terjun di dunia kerja mempersiapkan hal ini? Sekolah seperti apa yang perlu kita cari? Training seperti apa yang perlu kita ikuti? Bagaimana sekolah mempersiapkan lulusan “siap kerja”, sementara jenis pekerjaan di masa depan belum jelas bentuk dan variasinya?
Kalau sebelum ini, kita menghawatirkan bahwa dengan globalisasi, tenaga asing akan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dkerjakan oleh orang pribumi. Sekarang kita perlu melihat ancaman dalam pekerjaannya sendiri. Apakah dalam model bisnis masa depa pekerjaan saya masih perlu dikerjakan secara manual? Inovasi perbankan telah menghadirkan ATM sehingga orang tidak perlu mengantri di bank untuk mmenarik, mentransfer, bahkan menyetor uang. Bagaimana kalau kita bekerja di bidang seperti “ Investment Banking” yang tiba-tiba punah dalam setahun? Apa yang akan terjadi bila mahasiswa lebih memilih bidang yang populer dan secara tiba-tiba terjadi surplus pada tenaga kerja, karena pekerjaan menyusut? Kita juga perlu mempertanyakan, apakah industri tempat kita bekerja masih diperlukan masyarakat? Apakah kehadiran kita di kantor memang memberikan konstribusi yang signifikan?
Siaga dalam Bekerja
Kita memang tidak hidup di generasi orang tua kita di mana pendidikan dan pekerjaan seperti garis linear, yang bisa diprediksikan. Bukankah kita sadar bahwa pendidikan pertanian di negara kita menghasilkan sarjana ahli pertanian dan perikanan yang handal tetapi kemudian bekerja sebagai bankir, analis finance atau pekerjaan yang sama sekali bertolak belakang dengan pendidikannya. Terlepas dari tanggungjawab berprofesinyadan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dari sini sebetulnya kita bisa memahami bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Seorang ahli IT direkrut sebagai manajer di sebuah perusahaan besar. Bawahan yang terampil dan akuntabel membuat manajer ini bisa sedikit bersantai dan tinggal memanage anak buahnya saja. Tanpa disadari, dalam perkembangannya, manajemen merasa bahwa manajer ini sudah tidak mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam knowledge management dan teknologi informasi, sehingga terpaksa menggantikannya dengan seseorang yang dianggap lebih ahli dan kreatif. Kemampuan teknis yang kita rasakan cukup dalam waktu singkat bisa tidak memadai lagi. Manajer ini lupa bahwa kita tidak bisa puas dengan apa yang sudah kita miliki. Banyak hal baru yang perlu dipelajari. Bukan hanya paham, tetapi juga harus mendalam. Bukan hanya terkait keahlian teknis tetapi juga kreativitas, wawasan dan interpersonal. Ini tentu membangkitkan kewaspadaan kita agar selalu bisa cair beradaptasi, flexibel, dan siap menerima perubahan dengan cepat. “ Careers will come and go, as do businesses and industries view a job as temporary gig and learn how to springboard to the next emerging oppuortunities and needs,” demikan ungkap seorang futuris.
Ubah Paradigma terhadap Pekerjaan
Dulu kita sering terpukau dengan titel pekerjaan seperti, dokter, insinyur, bankir, manajer bahkan direktur. Namun dalam dunia kerja yang kompleks ini, kita tahu titel pekerjaan menjadi tidak terlalu penting lagi. Kita perlu melihat pekerjaan sebagai set of skills yang diaplikasikan dengan kombinasi yang berbeda-beda terhadap situasi kerja yang berbeda. Seorang dokter perlu memilih apakah ia akan menjadi ahli jamur, parasit ataupun hal yang lebih spesifik lagi. Seorang insyinyur juga perlu memilih bidang otomotif, mekatronik, atau bidang spesifik lainnya. Bila kita bekerja di perusahaan besar, kita lebih baik mulai melihat tugas kita sebagai proyek-proyek atau kontrak-kontrak yang harus tuntas dan bernilai tambah.
Menjadi pengusaha adalah pilihan karier yang menantang dan bisa diraih oleh siapapun tanpa syarat gelar dan bukan karena bakat atau keturunan! Kalau saja, 25-an tahun yang silam saya tidak memilih drop out dari UGM boleh jadi di Indonesia tidak akan pernah ada bimbingan belajar berkembang menjadi bisnis nasional dengan outlet kini sampai 520-an di hampir semua provinsi di tanah air. Oleh karena kecewa pada sistem pendidikan dan perkuliahan pada waktu itu, saya keluar dan mendirikan Primagama yang kini menjadi Holding Company dengan beragam usaha.
Ya, dua puluh tahun lalu, kita tidak pernah berpikir akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru seperti computer programmer, network engineer, wedding organizer atau financial consultant. Nandan M. Nilekani, managing director Infosys Technologies, bahkan memperkirakan akan terciptanya 20.000 jabatan baru di tahun 2015. Bagaimana kita yang sudah terjun di dunia kerja mempersiapkan hal ini? Sekolah seperti apa yang perlu kita cari? Training seperti apa yang perlu kita ikuti? Bagaimana sekolah mempersiapkan lulusan “siap kerja”, sementara jenis pekerjaan di masa depan belum jelas bentuk dan variasinya?
Kalau sebelum ini, kita menghawatirkan bahwa dengan globalisasi, tenaga asing akan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dkerjakan oleh orang pribumi. Sekarang kita perlu melihat ancaman dalam pekerjaannya sendiri. Apakah dalam model bisnis masa depa pekerjaan saya masih perlu dikerjakan secara manual? Inovasi perbankan telah menghadirkan ATM sehingga orang tidak perlu mengantri di bank untuk mmenarik, mentransfer, bahkan menyetor uang. Bagaimana kalau kita bekerja di bidang seperti “ Investment Banking” yang tiba-tiba punah dalam setahun? Apa yang akan terjadi bila mahasiswa lebih memilih bidang yang populer dan secara tiba-tiba terjadi surplus pada tenaga kerja, karena pekerjaan menyusut? Kita juga perlu mempertanyakan, apakah industri tempat kita bekerja masih diperlukan masyarakat? Apakah kehadiran kita di kantor memang memberikan konstribusi yang signifikan?
Siaga dalam Bekerja
Kita memang tidak hidup di generasi orang tua kita di mana pendidikan dan pekerjaan seperti garis linear, yang bisa diprediksikan. Bukankah kita sadar bahwa pendidikan pertanian di negara kita menghasilkan sarjana ahli pertanian dan perikanan yang handal tetapi kemudian bekerja sebagai bankir, analis finance atau pekerjaan yang sama sekali bertolak belakang dengan pendidikannya. Terlepas dari tanggungjawab berprofesinyadan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dari sini sebetulnya kita bisa memahami bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Seorang ahli IT direkrut sebagai manajer di sebuah perusahaan besar. Bawahan yang terampil dan akuntabel membuat manajer ini bisa sedikit bersantai dan tinggal memanage anak buahnya saja. Tanpa disadari, dalam perkembangannya, manajemen merasa bahwa manajer ini sudah tidak mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam knowledge management dan teknologi informasi, sehingga terpaksa menggantikannya dengan seseorang yang dianggap lebih ahli dan kreatif. Kemampuan teknis yang kita rasakan cukup dalam waktu singkat bisa tidak memadai lagi. Manajer ini lupa bahwa kita tidak bisa puas dengan apa yang sudah kita miliki. Banyak hal baru yang perlu dipelajari. Bukan hanya paham, tetapi juga harus mendalam. Bukan hanya terkait keahlian teknis tetapi juga kreativitas, wawasan dan interpersonal. Ini tentu membangkitkan kewaspadaan kita agar selalu bisa cair beradaptasi, flexibel, dan siap menerima perubahan dengan cepat. “ Careers will come and go, as do businesses and industries view a job as temporary gig and learn how to springboard to the next emerging oppuortunities and needs,” demikan ungkap seorang futuris.
Ubah Paradigma terhadap Pekerjaan
Dulu kita sering terpukau dengan titel pekerjaan seperti, dokter, insinyur, bankir, manajer bahkan direktur. Namun dalam dunia kerja yang kompleks ini, kita tahu titel pekerjaan menjadi tidak terlalu penting lagi. Kita perlu melihat pekerjaan sebagai set of skills yang diaplikasikan dengan kombinasi yang berbeda-beda terhadap situasi kerja yang berbeda. Seorang dokter perlu memilih apakah ia akan menjadi ahli jamur, parasit ataupun hal yang lebih spesifik lagi. Seorang insyinyur juga perlu memilih bidang otomotif, mekatronik, atau bidang spesifik lainnya. Bila kita bekerja di perusahaan besar, kita lebih baik mulai melihat tugas kita sebagai proyek-proyek atau kontrak-kontrak yang harus tuntas dan bernilai tambah.
Pendidikan saat ini termasuk salah satu hal yang sangat penting. Saat ini hampir semua orang tua berusaha keras untuk mencari sekolah yang terbaik bagi anak-anak mereka. Tujuannya tentu untuk mempersiapkan masa depan anak-anaknya. Semua orang berharap sekolah akan membantu memberi arah agar individu bisa lebih siap memasuki dunia kerja. Tetapi, kita sadar bahwa betapa dunia kerja semakin lama semakin kompleks, dan semakin bervariasi.
Ya, dua puluh tahun lalu, kita tidak pernah berpikir akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru seperti computer programmer, network engineer, wedding organizer atau financial consultant. Nandan M. Nilekani, managing director Infosys Technologies, bahkan memperkirakan akan terciptanya 20.000 jabatan baru di tahun 2015. Bagaimana kita yang sudah terjun di dunia kerja mempersiapkan hal ini? Sekolah seperti apa yang perlu kita cari? Training seperti apa yang perlu kita ikuti? Bagaimana sekolah mempersiapkan lulusan “siap kerja”, sementara jenis pekerjaan di masa depan belum jelas bentuk dan variasinya?
Kalau sebelum ini, kita menghawatirkan bahwa dengan globalisasi, tenaga asing akan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dkerjakan oleh orang pribumi. Sekarang kita perlu melihat ancaman dalam pekerjaannya sendiri. Apakah dalam model bisnis masa depa pekerjaan saya masih perlu dikerjakan secara manual? Inovasi perbankan telah menghadirkan ATM sehingga orang tidak perlu mengantri di bank untuk mmenarik, mentransfer, bahkan menyetor uang. Bagaimana kalau kita bekerja di bidang seperti “ Investment Banking” yang tiba-tiba punah dalam setahun? Apa yang akan terjadi bila mahasiswa lebih memilih bidang yang populer dan secara tiba-tiba terjadi surplus pada tenaga kerja, karena pekerjaan menyusut? Kita juga perlu mempertanyakan, apakah industri tempat kita bekerja masih diperlukan masyarakat? Apakah kehadiran kita di kantor memang memberikan konstribusi yang signifikan?
Siaga dalam Bekerja
Kita memang tidak hidup di generasi orang tua kita di mana pendidikan dan pekerjaan seperti garis linear, yang bisa diprediksikan. Bukankah kita sadar bahwa pendidikan pertanian di negara kita menghasilkan sarjana ahli pertanian dan perikanan yang handal tetapi kemudian bekerja sebagai bankir, analis finance atau pekerjaan yang sama sekali bertolak belakang dengan pendidikannya. Terlepas dari tanggungjawab berprofesinyadan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dari sini sebetulnya kita bisa memahami bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Seorang ahli IT direkrut sebagai manajer di sebuah perusahaan besar. Bawahan yang terampil dan akuntabel membuat manajer ini bisa sedikit bersantai dan tinggal memanage anak buahnya saja. Tanpa disadari, dalam perkembangannya, manajemen merasa bahwa manajer ini sudah tidak mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam knowledge management dan teknologi informasi, sehingga terpaksa menggantikannya dengan seseorang yang dianggap lebih ahli dan kreatif. Kemampuan teknis yang kita rasakan cukup dalam waktu singkat bisa tidak memadai lagi. Manajer ini lupa bahwa kita tidak bisa puas dengan apa yang sudah kita miliki. Banyak hal baru yang perlu dipelajari. Bukan hanya paham, tetapi juga harus mendalam. Bukan hanya terkait keahlian teknis tetapi juga kreativitas, wawasan dan interpersonal. Ini tentu membangkitkan kewaspadaan kita agar selalu bisa cair beradaptasi, flexibel, dan siap menerima perubahan dengan cepat. “ Careers will come and go, as do businesses and industries view a job as temporary gig and learn how to springboard to the next emerging oppuortunities and needs,” demikan ungkap seorang futuris.
Ubah Paradigma terhadap Pekerjaan
Dulu kita sering terpukau dengan titel pekerjaan seperti, dokter, insinyur, bankir, manajer bahkan direktur. Namun dalam dunia kerja yang kompleks ini, kita tahu titel pekerjaan menjadi tidak terlalu penting lagi. Kita perlu melihat pekerjaan sebagai set of skills yang diaplikasikan dengan kombinasi yang berbeda-beda terhadap situasi kerja yang berbeda. Seorang dokter perlu memilih apakah ia akan menjadi ahli jamur, parasit ataupun hal yang lebih spesifik lagi. Seorang insyinyur juga perlu memilih bidang otomotif, mekatronik, atau bidang spesifik lainnya. Bila kita bekerja di perusahaan besar, kita lebih baik mulai melihat tugas kita sebagai proyek-proyek atau kontrak-kontrak yang harus tuntas dan bernilai tambah.
Pendidikan saat ini termasuk salah satu hal yang sangat penting. Saat ini hampir semua orang tua berusaha keras untuk mencari sekolah yang terbaik bagi anak-anak mereka. Tujuannya tentu untuk mempersiapkan masa depan anak-anaknya. Semua orang berharap sekolah akan membantu memberi arah agar individu bisa lebih siap memasuki dunia kerja. Tetapi, kita sadar bahwa betapa dunia kerja semakin lama semakin kompleks, dan semakin bervariasi.
Ya, dua puluh tahun lalu, kita tidak pernah berpikir akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru seperti computer programmer, network engineer, wedding organizer atau financial consultant. Nandan M. Nilekani, managing director Infosys Technologies, bahkan memperkirakan akan terciptanya 20.000 jabatan baru di tahun 2015. Bagaimana kita yang sudah terjun di dunia kerja mempersiapkan hal ini? Sekolah seperti apa yang perlu kita cari? Training seperti apa yang perlu kita ikuti? Bagaimana sekolah mempersiapkan lulusan “siap kerja”, sementara jenis pekerjaan di masa depan belum jelas bentuk dan variasinya?
Kalau sebelum ini, kita menghawatirkan bahwa dengan globalisasi, tenaga asing akan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dkerjakan oleh orang pribumi. Sekarang kita perlu melihat ancaman dalam pekerjaannya sendiri. Apakah dalam model bisnis masa depa pekerjaan saya masih perlu dikerjakan secara manual? Inovasi perbankan telah menghadirkan ATM sehingga orang tidak perlu mengantri di bank untuk mmenarik, mentransfer, bahkan menyetor uang. Bagaimana kalau kita bekerja di bidang seperti “ Investment Banking” yang tiba-tiba punah dalam setahun? Apa yang akan terjadi bila mahasiswa lebih memilih bidang yang populer dan secara tiba-tiba terjadi surplus pada tenaga kerja, karena pekerjaan menyusut? Kita juga perlu mempertanyakan, apakah industri tempat kita bekerja masih diperlukan masyarakat? Apakah kehadiran kita di kantor memang memberikan konstribusi yang signifikan?
Siaga dalam Bekerja
Kita memang tidak hidup di generasi orang tua kita di mana pendidikan dan pekerjaan seperti garis linear, yang bisa diprediksikan. Bukankah kita sadar bahwa pendidikan pertanian di negara kita menghasilkan sarjana ahli pertanian dan perikanan yang handal tetapi kemudian bekerja sebagai bankir, analis finance atau pekerjaan yang sama sekali bertolak belakang dengan pendidikannya. Terlepas dari tanggungjawab berprofesinyadan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dari sini sebetulnya kita bisa memahami bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Seorang ahli IT direkrut sebagai manajer di sebuah perusahaan besar. Bawahan yang terampil dan akuntabel membuat manajer ini bisa sedikit bersantai dan tinggal memanage anak buahnya saja. Tanpa disadari, dalam perkembangannya, manajemen merasa bahwa manajer ini sudah tidak mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam knowledge management dan teknologi informasi, sehingga terpaksa menggantikannya dengan seseorang yang dianggap lebih ahli dan kreatif. Kemampuan teknis yang kita rasakan cukup dalam waktu singkat bisa tidak memadai lagi. Manajer ini lupa bahwa kita tidak bisa puas dengan apa yang sudah kita miliki. Banyak hal baru yang perlu dipelajari. Bukan hanya paham, tetapi juga harus mendalam. Bukan hanya terkait keahlian teknis tetapi juga kreativitas, wawasan dan interpersonal. Ini tentu membangkitkan kewaspadaan kita agar selalu bisa cair beradaptasi, flexibel, dan siap menerima perubahan dengan cepat. “ Careers will come and go, as do businesses and industries view a job as temporary gig and learn how to springboard to the next emerging oppuortunities and needs,” demikan ungkap seorang futuris.
Ubah Paradigma terhadap Pekerjaan
Dulu kita sering terpukau dengan titel pekerjaan seperti, dokter, insinyur, bankir, manajer bahkan direktur. Namun dalam dunia kerja yang kompleks ini, kita tahu titel pekerjaan menjadi tidak terlalu penting lagi. Kita perlu melihat pekerjaan sebagai set of skills yang diaplikasikan dengan kombinasi yang berbeda-beda terhadap situasi kerja yang berbeda. Seorang dokter perlu memilih apakah ia akan menjadi ahli jamur, parasit ataupun hal yang lebih spesifik lagi. Seorang insyinyur juga perlu memilih bidang otomotif, mekatronik, atau bidang spesifik lainnya. Bila kita bekerja di perusahaan besar, kita lebih baik mulai melihat tugas kita sebagai proyek-proyek atau kontrak-kontrak yang harus tuntas dan bernilai tambah.
Pendidikan saat ini termasuk salah satu hal yang sangat penting. Saat ini hampir semua orang tua berusaha keras untuk mencari sekolah yang terbaik bagi anak-anak mereka. Tujuannya tentu untuk mempersiapkan masa depan anak-anaknya. Semua orang berharap sekolah akan membantu memberi arah agar individu bisa lebih siap memasuki dunia kerja. Tetapi, kita sadar bahwa betapa dunia kerja semakin lama semakin kompleks, dan semakin bervariasi.
Ya, dua puluh tahun lalu, kita tidak pernah berpikir akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru seperti computer programmer, network engineer, wedding organizer atau financial consultant. Nandan M. Nilekani, managing director Infosys Technologies, bahkan memperkirakan akan terciptanya 20.000 jabatan baru di tahun 2015. Bagaimana kita yang sudah terjun di dunia kerja mempersiapkan hal ini? Sekolah seperti apa yang perlu kita cari? Training seperti apa yang perlu kita ikuti? Bagaimana sekolah mempersiapkan lulusan “siap kerja”, sementara jenis pekerjaan di masa depan belum jelas bentuk dan variasinya?
Kalau sebelum ini, kita menghawatirkan bahwa dengan globalisasi, tenaga asing akan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dkerjakan oleh orang pribumi. Sekarang kita perlu melihat ancaman dalam pekerjaannya sendiri. Apakah dalam model bisnis masa depa pekerjaan saya masih perlu dikerjakan secara manual? Inovasi perbankan telah menghadirkan ATM sehingga orang tidak perlu mengantri di bank untuk mmenarik, mentransfer, bahkan menyetor uang. Bagaimana kalau kita bekerja di bidang seperti “ Investment Banking” yang tiba-tiba punah dalam setahun? Apa yang akan terjadi bila mahasiswa lebih memilih bidang yang populer dan secara tiba-tiba terjadi surplus pada tenaga kerja, karena pekerjaan menyusut? Kita juga perlu mempertanyakan, apakah industri tempat kita bekerja masih diperlukan masyarakat? Apakah kehadiran kita di kantor memang memberikan konstribusi yang signifikan?
Siaga dalam Bekerja
Kita memang tidak hidup di generasi orang tua kita di mana pendidikan dan pekerjaan seperti garis linear, yang bisa diprediksikan. Bukankah kita sadar bahwa pendidikan pertanian di negara kita menghasilkan sarjana ahli pertanian dan perikanan yang handal tetapi kemudian bekerja sebagai bankir, analis finance atau pekerjaan yang sama sekali bertolak belakang dengan pendidikannya. Terlepas dari tanggungjawab berprofesinyadan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dari sini sebetulnya kita bisa memahami bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Seorang ahli IT direkrut sebagai manajer di sebuah perusahaan besar. Bawahan yang terampil dan akuntabel membuat manajer ini bisa sedikit bersantai dan tinggal memanage anak buahnya saja. Tanpa disadari, dalam perkembangannya, manajemen merasa bahwa manajer ini sudah tidak mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam knowledge management dan teknologi informasi, sehingga terpaksa menggantikannya dengan seseorang yang dianggap lebih ahli dan kreatif. Kemampuan teknis yang kita rasakan cukup dalam waktu singkat bisa tidak memadai lagi. Manajer ini lupa bahwa kita tidak bisa puas dengan apa yang sudah kita miliki. Banyak hal baru yang perlu dipelajari. Bukan hanya paham, tetapi juga harus mendalam. Bukan hanya terkait keahlian teknis tetapi juga kreativitas, wawasan dan interpersonal. Ini tentu membangkitkan kewaspadaan kita agar selalu bisa cair beradaptasi, flexibel, dan siap menerima perubahan dengan cepat. “ Careers will come and go, as do businesses and industries view a job as temporary gig and learn how to springboard to the next emerging oppuortunities and needs,” demikan ungkap seorang futuris.
Ubah Paradigma terhadap Pekerjaan
Dulu kita sering terpukau dengan titel pekerjaan seperti, dokter, insinyur, bankir, manajer bahkan direktur. Namun dalam dunia kerja yang kompleks ini, kita tahu titel pekerjaan menjadi tidak terlalu penting lagi. Kita perlu melihat pekerjaan sebagai set of skills yang diaplikasikan dengan kombinasi yang berbeda-beda terhadap situasi kerja yang berbeda. Seorang dokter perlu memilih apakah ia akan menjadi ahli jamur, parasit ataupun hal yang lebih spesifik lagi. Seorang insyinyur juga perlu memilih bidang otomotif, mekatronik, atau bidang spesifik lainnya. Bila kita bekerja di perusahaan besar, kita lebih baik mulai melihat tugas kita sebagai proyek-proyek atau kontrak-kontrak yang harus tuntas dan bernilai tambah.
Pendidikan saat ini termasuk salah satu hal yang sangat penting. Saat ini hampir semua orang tua berusaha keras untuk mencari sekolah yang terbaik bagi anak-anak mereka. Tujuannya tentu untuk mempersiapkan masa depan anak-anaknya. Semua orang berharap sekolah akan membantu memberi arah agar individu bisa lebih siap memasuki dunia kerja. Tetapi, kita sadar bahwa betapa dunia kerja semakin lama semakin kompleks, dan semakin bervariasi.
Ya, dua puluh tahun lalu, kita tidak pernah berpikir akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru seperti computer programmer, network engineer, wedding organizer atau financial consultant. Nandan M. Nilekani, managing director Infosys Technologies, bahkan memperkirakan akan terciptanya 20.000 jabatan baru di tahun 2015. Bagaimana kita yang sudah terjun di dunia kerja mempersiapkan hal ini? Sekolah seperti apa yang perlu kita cari? Training seperti apa yang perlu kita ikuti? Bagaimana sekolah mempersiapkan lulusan “siap kerja”, sementara jenis pekerjaan di masa depan belum jelas bentuk dan variasinya?
Kalau sebelum ini, kita menghawatirkan bahwa dengan globalisasi, tenaga asing akan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dkerjakan oleh orang pribumi. Sekarang kita perlu melihat ancaman dalam pekerjaannya sendiri. Apakah dalam model bisnis masa depa pekerjaan saya masih perlu dikerjakan secara manual? Inovasi perbankan telah menghadirkan ATM sehingga orang tidak perlu mengantri di bank untuk mmenarik, mentransfer, bahkan menyetor uang. Bagaimana kalau kita bekerja di bidang seperti “ Investment Banking” yang tiba-tiba punah dalam setahun? Apa yang akan terjadi bila mahasiswa lebih memilih bidang yang populer dan secara tiba-tiba terjadi surplus pada tenaga kerja, karena pekerjaan menyusut? Kita juga perlu mempertanyakan, apakah industri tempat kita bekerja masih diperlukan masyarakat? Apakah kehadiran kita di kantor memang memberikan konstribusi yang signifikan?
Siaga dalam Bekerja
Kita memang tidak hidup di generasi orang tua kita di mana pendidikan dan pekerjaan seperti garis linear, yang bisa diprediksikan. Bukankah kita sadar bahwa pendidikan pertanian di negara kita menghasilkan sarjana ahli pertanian dan perikanan yang handal tetapi kemudian bekerja sebagai bankir, analis finance atau pekerjaan yang sama sekali bertolak belakang dengan pendidikannya. Terlepas dari tanggungjawab berprofesinyadan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dari sini sebetulnya kita bisa memahami bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Seorang ahli IT direkrut sebagai manajer di sebuah perusahaan besar. Bawahan yang terampil dan akuntabel membuat manajer ini bisa sedikit bersantai dan tinggal memanage anak buahnya saja. Tanpa disadari, dalam perkembangannya, manajemen merasa bahwa manajer ini sudah tidak mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam knowledge management dan teknologi informasi, sehingga terpaksa menggantikannya dengan seseorang yang dianggap lebih ahli dan kreatif. Kemampuan teknis yang kita rasakan cukup dalam waktu singkat bisa tidak memadai lagi. Manajer ini lupa bahwa kita tidak bisa puas dengan apa yang sudah kita miliki. Banyak hal baru yang perlu dipelajari. Bukan hanya paham, tetapi juga harus mendalam. Bukan hanya terkait keahlian teknis tetapi juga kreativitas, wawasan dan interpersonal. Ini tentu membangkitkan kewaspadaan kita agar selalu bisa cair beradaptasi, flexibel, dan siap menerima perubahan dengan cepat. “ Careers will come and go, as do businesses and industries view a job as temporary gig and learn how to springboard to the next emerging oppuortunities and needs,” demikan ungkap seorang futuris.
Ubah Paradigma terhadap Pekerjaan
Dulu kita sering terpukau dengan titel pekerjaan seperti, dokter, insinyur, bankir, manajer bahkan direktur. Namun dalam dunia kerja yang kompleks ini, kita tahu titel pekerjaan menjadi tidak terlalu penting lagi. Kita perlu melihat pekerjaan sebagai set of skills yang diaplikasikan dengan kombinasi yang berbeda-beda terhadap situasi kerja yang berbeda. Seorang dokter perlu memilih apakah ia akan menjadi ahli jamur, parasit ataupun hal yang lebih spesifik lagi. Seorang insyinyur juga perlu memilih bidang otomotif, mekatronik, atau bidang spesifik lainnya. Bila kita bekerja di perusahaan besar, kita lebih baik mulai melihat tugas kita sebagai proyek-proyek atau kontrak-kontrak yang harus tuntas dan bernilai tambah.
Menjadi pengusaha adalah pilihan karier yang menantang dan bisa diraih oleh siapapun tanpa syarat gelar dan bukan karena bakat atau keturunan! Kalau saja, 25-an tahun yang silam saya tidak memilih drop out dari UGM boleh jadi di Indonesia tidak akan pernah ada bimbingan belajar berkembang menjadi bisnis nasional dengan outlet kini sampai 520-an di hampir semua provinsi di tanah air. Oleh karena kecewa pada sistem pendidikan dan perkuliahan pada waktu itu, saya keluar dan mendirikan Primagama yang kini menjadi Holding Company dengan beragam usaha.
pendidikan eu
Pendidikan saat ini termasuk salah satu hal yang sangat penting. Saat ini hampir semua orang tua berusaha keras untuk mencari sekolah yang terbaik bagi anak-anak mereka. Tujuannya tentu untuk mempersiapkan masa depan anak-anaknya. Semua orang berharap sekolah akan membantu memberi arah agar individu bisa lebih siap memasuki dunia kerja. Tetapi, kita sadar bahwa betapa dunia kerja semakin lama semakin kompleks, dan semakin bervariasi.
Ya, dua puluh tahun lalu, kita tidak pernah berpikir akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru seperti computer programmer, network engineer, wedding organizer atau financial consultant. Nandan M. Nilekani, managing director Infosys Technologies, bahkan memperkirakan akan terciptanya 20.000 jabatan baru di tahun 2015. Bagaimana kita yang sudah terjun di dunia kerja mempersiapkan hal ini? Sekolah seperti apa yang perlu kita cari? Training seperti apa yang perlu kita ikuti? Bagaimana sekolah mempersiapkan lulusan “siap kerja”, sementara jenis pekerjaan di masa depan belum jelas bentuk dan variasinya?
Kalau sebelum ini, kita menghawatirkan bahwa dengan globalisasi, tenaga asing akan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dkerjakan oleh orang pribumi. Sekarang kita perlu melihat ancaman dalam pekerjaannya sendiri. Apakah dalam model bisnis masa depa pekerjaan saya masih perlu dikerjakan secara manual? Inovasi perbankan telah menghadirkan ATM sehingga orang tidak perlu mengantri di bank untuk mmenarik, mentransfer, bahkan menyetor uang. Bagaimana kalau kita bekerja di bidang seperti “ Investment Banking” yang tiba-tiba punah dalam setahun? Apa yang akan terjadi bila mahasiswa lebih memilih bidang yang populer dan secara tiba-tiba terjadi surplus pada tenaga kerja, karena pekerjaan menyusut? Kita juga perlu mempertanyakan, apakah industri tempat kita bekerja masih diperlukan masyarakat? Apakah kehadiran kita di kantor memang memberikan konstribusi yang signifikan?
Siaga dalam Bekerja
Kita memang tidak hidup di generasi orang tua kita di mana pendidikan dan pekerjaan seperti garis linear, yang bisa diprediksikan. Bukankah kita sadar bahwa pendidikan pertanian di negara kita menghasilkan sarjana ahli pertanian dan perikanan yang handal tetapi kemudian bekerja sebagai bankir, analis finance atau pekerjaan yang sama sekali bertolak belakang dengan pendidikannya. Terlepas dari tanggungjawab berprofesinyadan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dari sini sebetulnya kita bisa memahami bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Seorang ahli IT direkrut sebagai manajer di sebuah perusahaan besar. Bawahan yang terampil dan akuntabel membuat manajer ini bisa sedikit bersantai dan tinggal memanage anak buahnya saja. Tanpa disadari, dalam perkembangannya, manajemen merasa bahwa manajer ini sudah tidak mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam knowledge management dan teknologi informasi, sehingga terpaksa menggantikannya dengan seseorang yang dianggap lebih ahli dan kreatif. Kemampuan teknis yang kita rasakan cukup dalam waktu singkat bisa tidak memadai lagi. Manajer ini lupa bahwa kita tidak bisa puas dengan apa yang sudah kita miliki. Banyak hal baru yang perlu dipelajari. Bukan hanya paham, tetapi juga harus mendalam. Bukan hanya terkait keahlian teknis tetapi juga kreativitas, wawasan dan interpersonal. Ini tentu membangkitkan kewaspadaan kita agar selalu bisa cair beradaptasi, flexibel, dan siap menerima perubahan dengan cepat. “ Careers will come and go, as do businesses and industries view a job as temporary gig and learn how to springboard to the next emerging oppuortunities and needs,” demikan ungkap seorang futuris.
Ubah Paradigma terhadap Pekerjaan
Dulu kita sering terpukau dengan titel pekerjaan seperti, dokter, insinyur, bankir, manajer bahkan direktur. Namun dalam dunia kerja yang kompleks ini, kita tahu titel pekerjaan menjadi tidak terlalu penting lagi. Kita perlu melihat pekerjaan sebagai set of skills yang diaplikasikan dengan kombinasi yang berbeda-beda terhadap situasi kerja yang berbeda. Seorang dokter perlu memilih apakah ia akan menjadi ahli jamur, parasit ataupun hal yang lebih spesifik lagi. Seorang insyinyur juga perlu memilih bidang otomotif, mekatronik, atau bidang spesifik lainnya. Bila kita bekerja di perusahaan besar, kita lebih baik mulai melihat tugas kita sebagai proyek-proyek atau kontrak-kontrak yang harus tuntas dan bernilai tambah.
Pendidikan saat ini termasuk salah satu hal yang sangat penting. Saat ini hampir semua orang tua berusaha keras untuk mencari sekolah yang terbaik bagi anak-anak mereka. Tujuannya tentu untuk mempersiapkan masa depan anak-anaknya. Semua orang berharap sekolah akan membantu memberi arah agar individu bisa lebih siap memasuki dunia kerja. Tetapi, kita sadar bahwa betapa dunia kerja semakin lama semakin kompleks, dan semakin bervariasi.
Ya, dua puluh tahun lalu, kita tidak pernah berpikir akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru seperti computer programmer, network engineer, wedding organizer atau financial consultant. Nandan M. Nilekani, managing director Infosys Technologies, bahkan memperkirakan akan terciptanya 20.000 jabatan baru di tahun 2015. Bagaimana kita yang sudah terjun di dunia kerja mempersiapkan hal ini? Sekolah seperti apa yang perlu kita cari? Training seperti apa yang perlu kita ikuti? Bagaimana sekolah mempersiapkan lulusan “siap kerja”, sementara jenis pekerjaan di masa depan belum jelas bentuk dan variasinya?
Kalau sebelum ini, kita menghawatirkan bahwa dengan globalisasi, tenaga asing akan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dkerjakan oleh orang pribumi. Sekarang kita perlu melihat ancaman dalam pekerjaannya sendiri. Apakah dalam model bisnis masa depa pekerjaan saya masih perlu dikerjakan secara manual? Inovasi perbankan telah menghadirkan ATM sehingga orang tidak perlu mengantri di bank untuk mmenarik, mentransfer, bahkan menyetor uang. Bagaimana kalau kita bekerja di bidang seperti “ Investment Banking” yang tiba-tiba punah dalam setahun? Apa yang akan terjadi bila mahasiswa lebih memilih bidang yang populer dan secara tiba-tiba terjadi surplus pada tenaga kerja, karena pekerjaan menyusut? Kita juga perlu mempertanyakan, apakah industri tempat kita bekerja masih diperlukan masyarakat? Apakah kehadiran kita di kantor memang memberikan konstribusi yang signifikan?
Siaga dalam Bekerja
Kita memang tidak hidup di generasi orang tua kita di mana pendidikan dan pekerjaan seperti garis linear, yang bisa diprediksikan. Bukankah kita sadar bahwa pendidikan pertanian di negara kita menghasilkan sarjana ahli pertanian dan perikanan yang handal tetapi kemudian bekerja sebagai bankir, analis finance atau pekerjaan yang sama sekali bertolak belakang dengan pendidikannya. Terlepas dari tanggungjawab berprofesinyadan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dari sini sebetulnya kita bisa memahami bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Seorang ahli IT direkrut sebagai manajer di sebuah perusahaan besar. Bawahan yang terampil dan akuntabel membuat manajer ini bisa sedikit bersantai dan tinggal memanage anak buahnya saja. Tanpa disadari, dalam perkembangannya, manajemen merasa bahwa manajer ini sudah tidak mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam knowledge management dan teknologi informasi, sehingga terpaksa menggantikannya dengan seseorang yang dianggap lebih ahli dan kreatif. Kemampuan teknis yang kita rasakan cukup dalam waktu singkat bisa tidak memadai lagi. Manajer ini lupa bahwa kita tidak bisa puas dengan apa yang sudah kita miliki. Banyak hal baru yang perlu dipelajari. Bukan hanya paham, tetapi juga harus mendalam. Bukan hanya terkait keahlian teknis tetapi juga kreativitas, wawasan dan interpersonal. Ini tentu membangkitkan kewaspadaan kita agar selalu bisa cair beradaptasi, flexibel, dan siap menerima perubahan dengan cepat. “ Careers will come and go, as do businesses and industries view a job as temporary gig and learn how to springboard to the next emerging oppuortunities and needs,” demikan ungkap seorang futuris.
Ubah Paradigma terhadap Pekerjaan
Dulu kita sering terpukau dengan titel pekerjaan seperti, dokter, insinyur, bankir, manajer bahkan direktur. Namun dalam dunia kerja yang kompleks ini, kita tahu titel pekerjaan menjadi tidak terlalu penting lagi. Kita perlu melihat pekerjaan sebagai set of skills yang diaplikasikan dengan kombinasi yang berbeda-beda terhadap situasi kerja yang berbeda. Seorang dokter perlu memilih apakah ia akan menjadi ahli jamur, parasit ataupun hal yang lebih spesifik lagi. Seorang insyinyur juga perlu memilih bidang otomotif, mekatronik, atau bidang spesifik lainnya. Bila kita bekerja di perusahaan besar, kita lebih baik mulai melihat tugas kita sebagai proyek-proyek atau kontrak-kontrak yang harus tuntas dan bernilai tambah.
Pendidikan saat ini termasuk salah satu hal yang sangat penting. Saat ini hampir semua orang tua berusaha keras untuk mencari sekolah yang terbaik bagi anak-anak mereka. Tujuannya tentu untuk mempersiapkan masa depan anak-anaknya. Semua orang berharap sekolah akan membantu memberi arah agar individu bisa lebih siap memasuki dunia kerja. Tetapi, kita sadar bahwa betapa dunia kerja semakin lama semakin kompleks, dan semakin bervariasi.
Ya, dua puluh tahun lalu, kita tidak pernah berpikir akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru seperti computer programmer, network engineer, wedding organizer atau financial consultant. Nandan M. Nilekani, managing director Infosys Technologies, bahkan memperkirakan akan terciptanya 20.000 jabatan baru di tahun 2015. Bagaimana kita yang sudah terjun di dunia kerja mempersiapkan hal ini? Sekolah seperti apa yang perlu kita cari? Training seperti apa yang perlu kita ikuti? Bagaimana sekolah mempersiapkan lulusan “siap kerja”, sementara jenis pekerjaan di masa depan belum jelas bentuk dan variasinya?
Kalau sebelum ini, kita menghawatirkan bahwa dengan globalisasi, tenaga asing akan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dkerjakan oleh orang pribumi. Sekarang kita perlu melihat ancaman dalam pekerjaannya sendiri. Apakah dalam model bisnis masa depa pekerjaan saya masih perlu dikerjakan secara manual? Inovasi perbankan telah menghadirkan ATM sehingga orang tidak perlu mengantri di bank untuk mmenarik, mentransfer, bahkan menyetor uang. Bagaimana kalau kita bekerja di bidang seperti “ Investment Banking” yang tiba-tiba punah dalam setahun? Apa yang akan terjadi bila mahasiswa lebih memilih bidang yang populer dan secara tiba-tiba terjadi surplus pada tenaga kerja, karena pekerjaan menyusut? Kita juga perlu mempertanyakan, apakah industri tempat kita bekerja masih diperlukan masyarakat? Apakah kehadiran kita di kantor memang memberikan konstribusi yang signifikan?
Siaga dalam Bekerja
Kita memang tidak hidup di generasi orang tua kita di mana pendidikan dan pekerjaan seperti garis linear, yang bisa diprediksikan. Bukankah kita sadar bahwa pendidikan pertanian di negara kita menghasilkan sarjana ahli pertanian dan perikanan yang handal tetapi kemudian bekerja sebagai bankir, analis finance atau pekerjaan yang sama sekali bertolak belakang dengan pendidikannya. Terlepas dari tanggungjawab berprofesinyadan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dari sini sebetulnya kita bisa memahami bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Seorang ahli IT direkrut sebagai manajer di sebuah perusahaan besar. Bawahan yang terampil dan akuntabel membuat manajer ini bisa sedikit bersantai dan tinggal memanage anak buahnya saja. Tanpa disadari, dalam perkembangannya, manajemen merasa bahwa manajer ini sudah tidak mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam knowledge management dan teknologi informasi, sehingga terpaksa menggantikannya dengan seseorang yang dianggap lebih ahli dan kreatif. Kemampuan teknis yang kita rasakan cukup dalam waktu singkat bisa tidak memadai lagi. Manajer ini lupa bahwa kita tidak bisa puas dengan apa yang sudah kita miliki. Banyak hal baru yang perlu dipelajari. Bukan hanya paham, tetapi juga harus mendalam. Bukan hanya terkait keahlian teknis tetapi juga kreativitas, wawasan dan interpersonal. Ini tentu membangkitkan kewaspadaan kita agar selalu bisa cair beradaptasi, flexibel, dan siap menerima perubahan dengan cepat. “ Careers will come and go, as do businesses and industries view a job as temporary gig and learn how to springboard to the next emerging oppuortunities and needs,” demikan ungkap seorang futuris.
Ubah Paradigma terhadap Pekerjaan
Dulu kita sering terpukau dengan titel pekerjaan seperti, dokter, insinyur, bankir, manajer bahkan direktur. Namun dalam dunia kerja yang kompleks ini, kita tahu titel pekerjaan menjadi tidak terlalu penting lagi. Kita perlu melihat pekerjaan sebagai set of skills yang diaplikasikan dengan kombinasi yang berbeda-beda terhadap situasi kerja yang berbeda. Seorang dokter perlu memilih apakah ia akan menjadi ahli jamur, parasit ataupun hal yang lebih spesifik lagi. Seorang insyinyur juga perlu memilih bidang otomotif, mekatronik, atau bidang spesifik lainnya. Bila kita bekerja di perusahaan besar, kita lebih baik mulai melihat tugas kita sebagai proyek-proyek atau kontrak-kontrak yang harus tuntas dan bernilai tambah.
Pendidikan saat ini termasuk salah satu hal yang sangat penting. Saat ini hampir semua orang tua berusaha keras untuk mencari sekolah yang terbaik bagi anak-anak mereka. Tujuannya tentu untuk mempersiapkan masa depan anak-anaknya. Semua orang berharap sekolah akan membantu memberi arah agar individu bisa lebih siap memasuki dunia kerja. Tetapi, kita sadar bahwa betapa dunia kerja semakin lama semakin kompleks, dan semakin bervariasi.
Ya, dua puluh tahun lalu, kita tidak pernah berpikir akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru seperti computer programmer, network engineer, wedding organizer atau financial consultant. Nandan M. Nilekani, managing director Infosys Technologies, bahkan memperkirakan akan terciptanya 20.000 jabatan baru di tahun 2015. Bagaimana kita yang sudah terjun di dunia kerja mempersiapkan hal ini? Sekolah seperti apa yang perlu kita cari? Training seperti apa yang perlu kita ikuti? Bagaimana sekolah mempersiapkan lulusan “siap kerja”, sementara jenis pekerjaan di masa depan belum jelas bentuk dan variasinya?
Kalau sebelum ini, kita menghawatirkan bahwa dengan globalisasi, tenaga asing akan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dkerjakan oleh orang pribumi. Sekarang kita perlu melihat ancaman dalam pekerjaannya sendiri. Apakah dalam model bisnis masa depa pekerjaan saya masih perlu dikerjakan secara manual? Inovasi perbankan telah menghadirkan ATM sehingga orang tidak perlu mengantri di bank untuk mmenarik, mentransfer, bahkan menyetor uang. Bagaimana kalau kita bekerja di bidang seperti “ Investment Banking” yang tiba-tiba punah dalam setahun? Apa yang akan terjadi bila mahasiswa lebih memilih bidang yang populer dan secara tiba-tiba terjadi surplus pada tenaga kerja, karena pekerjaan menyusut? Kita juga perlu mempertanyakan, apakah industri tempat kita bekerja masih diperlukan masyarakat? Apakah kehadiran kita di kantor memang memberikan konstribusi yang signifikan?
Siaga dalam Bekerja
Kita memang tidak hidup di generasi orang tua kita di mana pendidikan dan pekerjaan seperti garis linear, yang bisa diprediksikan. Bukankah kita sadar bahwa pendidikan pertanian di negara kita menghasilkan sarjana ahli pertanian dan perikanan yang handal tetapi kemudian bekerja sebagai bankir, analis finance atau pekerjaan yang sama sekali bertolak belakang dengan pendidikannya. Terlepas dari tanggungjawab berprofesinyadan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dari sini sebetulnya kita bisa memahami bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Seorang ahli IT direkrut sebagai manajer di sebuah perusahaan besar. Bawahan yang terampil dan akuntabel membuat manajer ini bisa sedikit bersantai dan tinggal memanage anak buahnya saja. Tanpa disadari, dalam perkembangannya, manajemen merasa bahwa manajer ini sudah tidak mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam knowledge management dan teknologi informasi, sehingga terpaksa menggantikannya dengan seseorang yang dianggap lebih ahli dan kreatif. Kemampuan teknis yang kita rasakan cukup dalam waktu singkat bisa tidak memadai lagi. Manajer ini lupa bahwa kita tidak bisa puas dengan apa yang sudah kita miliki. Banyak hal baru yang perlu dipelajari. Bukan hanya paham, tetapi juga harus mendalam. Bukan hanya terkait keahlian teknis tetapi juga kreativitas, wawasan dan interpersonal. Ini tentu membangkitkan kewaspadaan kita agar selalu bisa cair beradaptasi, flexibel, dan siap menerima perubahan dengan cepat. “ Careers will come and go, as do businesses and industries view a job as temporary gig and learn how to springboard to the next emerging oppuortunities and needs,” demikan ungkap seorang futuris.
Ubah Paradigma terhadap Pekerjaan
Dulu kita sering terpukau dengan titel pekerjaan seperti, dokter, insinyur, bankir, manajer bahkan direktur. Namun dalam dunia kerja yang kompleks ini, kita tahu titel pekerjaan menjadi tidak terlalu penting lagi. Kita perlu melihat pekerjaan sebagai set of skills yang diaplikasikan dengan kombinasi yang berbeda-beda terhadap situasi kerja yang berbeda. Seorang dokter perlu memilih apakah ia akan menjadi ahli jamur, parasit ataupun hal yang lebih spesifik lagi. Seorang insyinyur juga perlu memilih bidang otomotif, mekatronik, atau bidang spesifik lainnya. Bila kita bekerja di perusahaan besar, kita lebih baik mulai melihat tugas kita sebagai proyek-proyek atau kontrak-kontrak yang harus tuntas dan bernilai tambah.
Pendidikan saat ini termasuk salah satu hal yang sangat penting. Saat ini hampir semua orang tua berusaha keras untuk mencari sekolah yang terbaik bagi anak-anak mereka. Tujuannya tentu untuk mempersiapkan masa depan anak-anaknya. Semua orang berharap sekolah akan membantu memberi arah agar individu bisa lebih siap memasuki dunia kerja. Tetapi, kita sadar bahwa betapa dunia kerja semakin lama semakin kompleks, dan semakin bervariasi.
Ya, dua puluh tahun lalu, kita tidak pernah berpikir akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru seperti computer programmer, network engineer, wedding organizer atau financial consultant. Nandan M. Nilekani, managing director Infosys Technologies, bahkan memperkirakan akan terciptanya 20.000 jabatan baru di tahun 2015. Bagaimana kita yang sudah terjun di dunia kerja mempersiapkan hal ini? Sekolah seperti apa yang perlu kita cari? Training seperti apa yang perlu kita ikuti? Bagaimana sekolah mempersiapkan lulusan “siap kerja”, sementara jenis pekerjaan di masa depan belum jelas bentuk dan variasinya?
Kalau sebelum ini, kita menghawatirkan bahwa dengan globalisasi, tenaga asing akan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dkerjakan oleh orang pribumi. Sekarang kita perlu melihat ancaman dalam pekerjaannya sendiri. Apakah dalam model bisnis masa depa pekerjaan saya masih perlu dikerjakan secara manual? Inovasi perbankan telah menghadirkan ATM sehingga orang tidak perlu mengantri di bank untuk mmenarik, mentransfer, bahkan menyetor uang. Bagaimana kalau kita bekerja di bidang seperti “ Investment Banking” yang tiba-tiba punah dalam setahun? Apa yang akan terjadi bila mahasiswa lebih memilih bidang yang populer dan secara tiba-tiba terjadi surplus pada tenaga kerja, karena pekerjaan menyusut? Kita juga perlu mempertanyakan, apakah industri tempat kita bekerja masih diperlukan masyarakat? Apakah kehadiran kita di kantor memang memberikan konstribusi yang signifikan?
Siaga dalam Bekerja
Kita memang tidak hidup di generasi orang tua kita di mana pendidikan dan pekerjaan seperti garis linear, yang bisa diprediksikan. Bukankah kita sadar bahwa pendidikan pertanian di negara kita menghasilkan sarjana ahli pertanian dan perikanan yang handal tetapi kemudian bekerja sebagai bankir, analis finance atau pekerjaan yang sama sekali bertolak belakang dengan pendidikannya. Terlepas dari tanggungjawab berprofesinyadan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dari sini sebetulnya kita bisa memahami bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Seorang ahli IT direkrut sebagai manajer di sebuah perusahaan besar. Bawahan yang terampil dan akuntabel membuat manajer ini bisa sedikit bersantai dan tinggal memanage anak buahnya saja. Tanpa disadari, dalam perkembangannya, manajemen merasa bahwa manajer ini sudah tidak mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam knowledge management dan teknologi informasi, sehingga terpaksa menggantikannya dengan seseorang yang dianggap lebih ahli dan kreatif. Kemampuan teknis yang kita rasakan cukup dalam waktu singkat bisa tidak memadai lagi. Manajer ini lupa bahwa kita tidak bisa puas dengan apa yang sudah kita miliki. Banyak hal baru yang perlu dipelajari. Bukan hanya paham, tetapi juga harus mendalam. Bukan hanya terkait keahlian teknis tetapi juga kreativitas, wawasan dan interpersonal. Ini tentu membangkitkan kewaspadaan kita agar selalu bisa cair beradaptasi, flexibel, dan siap menerima perubahan dengan cepat. “ Careers will come and go, as do businesses and industries view a job as temporary gig and learn how to springboard to the next emerging oppuortunities and needs,” demikan ungkap seorang futuris.
Ubah Paradigma terhadap Pekerjaan
Dulu kita sering terpukau dengan titel pekerjaan seperti, dokter, insinyur, bankir, manajer bahkan direktur. Namun dalam dunia kerja yang kompleks ini, kita tahu titel pekerjaan menjadi tidak terlalu penting lagi. Kita perlu melihat pekerjaan sebagai set of skills yang diaplikasikan dengan kombinasi yang berbeda-beda terhadap situasi kerja yang berbeda. Seorang dokter perlu memilih apakah ia akan menjadi ahli jamur, parasit ataupun hal yang lebih spesifik lagi. Seorang insyinyur juga perlu memilih bidang otomotif, mekatronik, atau bidang spesifik lainnya. Bila kita bekerja di perusahaan besar, kita lebih baik mulai melihat tugas kita sebagai proyek-proyek atau kontrak-kontrak yang harus tuntas dan bernilai tambah.
Menjadi pengusaha adalah pilihan karier yang menantang dan bisa diraih oleh siapapun tanpa syarat gelar dan bukan karena bakat atau keturunan! Kalau saja, 25-an tahun yang silam saya tidak memilih drop out dari UGM boleh jadi di Indonesia tidak akan pernah ada bimbingan belajar berkembang menjadi bisnis nasional dengan outlet kini sampai 520-an di hampir semua provinsi di tanah air. Oleh karena kecewa pada sistem pendidikan dan perkuliahan pada waktu itu, saya keluar dan mendirikan Primagama yang kini menjadi Holding Company dengan beragam usaha.
Ya, dua puluh tahun lalu, kita tidak pernah berpikir akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru seperti computer programmer, network engineer, wedding organizer atau financial consultant. Nandan M. Nilekani, managing director Infosys Technologies, bahkan memperkirakan akan terciptanya 20.000 jabatan baru di tahun 2015. Bagaimana kita yang sudah terjun di dunia kerja mempersiapkan hal ini? Sekolah seperti apa yang perlu kita cari? Training seperti apa yang perlu kita ikuti? Bagaimana sekolah mempersiapkan lulusan “siap kerja”, sementara jenis pekerjaan di masa depan belum jelas bentuk dan variasinya?
Kalau sebelum ini, kita menghawatirkan bahwa dengan globalisasi, tenaga asing akan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dkerjakan oleh orang pribumi. Sekarang kita perlu melihat ancaman dalam pekerjaannya sendiri. Apakah dalam model bisnis masa depa pekerjaan saya masih perlu dikerjakan secara manual? Inovasi perbankan telah menghadirkan ATM sehingga orang tidak perlu mengantri di bank untuk mmenarik, mentransfer, bahkan menyetor uang. Bagaimana kalau kita bekerja di bidang seperti “ Investment Banking” yang tiba-tiba punah dalam setahun? Apa yang akan terjadi bila mahasiswa lebih memilih bidang yang populer dan secara tiba-tiba terjadi surplus pada tenaga kerja, karena pekerjaan menyusut? Kita juga perlu mempertanyakan, apakah industri tempat kita bekerja masih diperlukan masyarakat? Apakah kehadiran kita di kantor memang memberikan konstribusi yang signifikan?
Siaga dalam Bekerja
Kita memang tidak hidup di generasi orang tua kita di mana pendidikan dan pekerjaan seperti garis linear, yang bisa diprediksikan. Bukankah kita sadar bahwa pendidikan pertanian di negara kita menghasilkan sarjana ahli pertanian dan perikanan yang handal tetapi kemudian bekerja sebagai bankir, analis finance atau pekerjaan yang sama sekali bertolak belakang dengan pendidikannya. Terlepas dari tanggungjawab berprofesinyadan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dari sini sebetulnya kita bisa memahami bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Seorang ahli IT direkrut sebagai manajer di sebuah perusahaan besar. Bawahan yang terampil dan akuntabel membuat manajer ini bisa sedikit bersantai dan tinggal memanage anak buahnya saja. Tanpa disadari, dalam perkembangannya, manajemen merasa bahwa manajer ini sudah tidak mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam knowledge management dan teknologi informasi, sehingga terpaksa menggantikannya dengan seseorang yang dianggap lebih ahli dan kreatif. Kemampuan teknis yang kita rasakan cukup dalam waktu singkat bisa tidak memadai lagi. Manajer ini lupa bahwa kita tidak bisa puas dengan apa yang sudah kita miliki. Banyak hal baru yang perlu dipelajari. Bukan hanya paham, tetapi juga harus mendalam. Bukan hanya terkait keahlian teknis tetapi juga kreativitas, wawasan dan interpersonal. Ini tentu membangkitkan kewaspadaan kita agar selalu bisa cair beradaptasi, flexibel, dan siap menerima perubahan dengan cepat. “ Careers will come and go, as do businesses and industries view a job as temporary gig and learn how to springboard to the next emerging oppuortunities and needs,” demikan ungkap seorang futuris.
Ubah Paradigma terhadap Pekerjaan
Dulu kita sering terpukau dengan titel pekerjaan seperti, dokter, insinyur, bankir, manajer bahkan direktur. Namun dalam dunia kerja yang kompleks ini, kita tahu titel pekerjaan menjadi tidak terlalu penting lagi. Kita perlu melihat pekerjaan sebagai set of skills yang diaplikasikan dengan kombinasi yang berbeda-beda terhadap situasi kerja yang berbeda. Seorang dokter perlu memilih apakah ia akan menjadi ahli jamur, parasit ataupun hal yang lebih spesifik lagi. Seorang insyinyur juga perlu memilih bidang otomotif, mekatronik, atau bidang spesifik lainnya. Bila kita bekerja di perusahaan besar, kita lebih baik mulai melihat tugas kita sebagai proyek-proyek atau kontrak-kontrak yang harus tuntas dan bernilai tambah.
Pendidikan saat ini termasuk salah satu hal yang sangat penting. Saat ini hampir semua orang tua berusaha keras untuk mencari sekolah yang terbaik bagi anak-anak mereka. Tujuannya tentu untuk mempersiapkan masa depan anak-anaknya. Semua orang berharap sekolah akan membantu memberi arah agar individu bisa lebih siap memasuki dunia kerja. Tetapi, kita sadar bahwa betapa dunia kerja semakin lama semakin kompleks, dan semakin bervariasi.
Ya, dua puluh tahun lalu, kita tidak pernah berpikir akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru seperti computer programmer, network engineer, wedding organizer atau financial consultant. Nandan M. Nilekani, managing director Infosys Technologies, bahkan memperkirakan akan terciptanya 20.000 jabatan baru di tahun 2015. Bagaimana kita yang sudah terjun di dunia kerja mempersiapkan hal ini? Sekolah seperti apa yang perlu kita cari? Training seperti apa yang perlu kita ikuti? Bagaimana sekolah mempersiapkan lulusan “siap kerja”, sementara jenis pekerjaan di masa depan belum jelas bentuk dan variasinya?
Kalau sebelum ini, kita menghawatirkan bahwa dengan globalisasi, tenaga asing akan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dkerjakan oleh orang pribumi. Sekarang kita perlu melihat ancaman dalam pekerjaannya sendiri. Apakah dalam model bisnis masa depa pekerjaan saya masih perlu dikerjakan secara manual? Inovasi perbankan telah menghadirkan ATM sehingga orang tidak perlu mengantri di bank untuk mmenarik, mentransfer, bahkan menyetor uang. Bagaimana kalau kita bekerja di bidang seperti “ Investment Banking” yang tiba-tiba punah dalam setahun? Apa yang akan terjadi bila mahasiswa lebih memilih bidang yang populer dan secara tiba-tiba terjadi surplus pada tenaga kerja, karena pekerjaan menyusut? Kita juga perlu mempertanyakan, apakah industri tempat kita bekerja masih diperlukan masyarakat? Apakah kehadiran kita di kantor memang memberikan konstribusi yang signifikan?
Siaga dalam Bekerja
Kita memang tidak hidup di generasi orang tua kita di mana pendidikan dan pekerjaan seperti garis linear, yang bisa diprediksikan. Bukankah kita sadar bahwa pendidikan pertanian di negara kita menghasilkan sarjana ahli pertanian dan perikanan yang handal tetapi kemudian bekerja sebagai bankir, analis finance atau pekerjaan yang sama sekali bertolak belakang dengan pendidikannya. Terlepas dari tanggungjawab berprofesinyadan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dari sini sebetulnya kita bisa memahami bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Seorang ahli IT direkrut sebagai manajer di sebuah perusahaan besar. Bawahan yang terampil dan akuntabel membuat manajer ini bisa sedikit bersantai dan tinggal memanage anak buahnya saja. Tanpa disadari, dalam perkembangannya, manajemen merasa bahwa manajer ini sudah tidak mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam knowledge management dan teknologi informasi, sehingga terpaksa menggantikannya dengan seseorang yang dianggap lebih ahli dan kreatif. Kemampuan teknis yang kita rasakan cukup dalam waktu singkat bisa tidak memadai lagi. Manajer ini lupa bahwa kita tidak bisa puas dengan apa yang sudah kita miliki. Banyak hal baru yang perlu dipelajari. Bukan hanya paham, tetapi juga harus mendalam. Bukan hanya terkait keahlian teknis tetapi juga kreativitas, wawasan dan interpersonal. Ini tentu membangkitkan kewaspadaan kita agar selalu bisa cair beradaptasi, flexibel, dan siap menerima perubahan dengan cepat. “ Careers will come and go, as do businesses and industries view a job as temporary gig and learn how to springboard to the next emerging oppuortunities and needs,” demikan ungkap seorang futuris.
Ubah Paradigma terhadap Pekerjaan
Dulu kita sering terpukau dengan titel pekerjaan seperti, dokter, insinyur, bankir, manajer bahkan direktur. Namun dalam dunia kerja yang kompleks ini, kita tahu titel pekerjaan menjadi tidak terlalu penting lagi. Kita perlu melihat pekerjaan sebagai set of skills yang diaplikasikan dengan kombinasi yang berbeda-beda terhadap situasi kerja yang berbeda. Seorang dokter perlu memilih apakah ia akan menjadi ahli jamur, parasit ataupun hal yang lebih spesifik lagi. Seorang insyinyur juga perlu memilih bidang otomotif, mekatronik, atau bidang spesifik lainnya. Bila kita bekerja di perusahaan besar, kita lebih baik mulai melihat tugas kita sebagai proyek-proyek atau kontrak-kontrak yang harus tuntas dan bernilai tambah.
Pendidikan saat ini termasuk salah satu hal yang sangat penting. Saat ini hampir semua orang tua berusaha keras untuk mencari sekolah yang terbaik bagi anak-anak mereka. Tujuannya tentu untuk mempersiapkan masa depan anak-anaknya. Semua orang berharap sekolah akan membantu memberi arah agar individu bisa lebih siap memasuki dunia kerja. Tetapi, kita sadar bahwa betapa dunia kerja semakin lama semakin kompleks, dan semakin bervariasi.
Ya, dua puluh tahun lalu, kita tidak pernah berpikir akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru seperti computer programmer, network engineer, wedding organizer atau financial consultant. Nandan M. Nilekani, managing director Infosys Technologies, bahkan memperkirakan akan terciptanya 20.000 jabatan baru di tahun 2015. Bagaimana kita yang sudah terjun di dunia kerja mempersiapkan hal ini? Sekolah seperti apa yang perlu kita cari? Training seperti apa yang perlu kita ikuti? Bagaimana sekolah mempersiapkan lulusan “siap kerja”, sementara jenis pekerjaan di masa depan belum jelas bentuk dan variasinya?
Kalau sebelum ini, kita menghawatirkan bahwa dengan globalisasi, tenaga asing akan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dkerjakan oleh orang pribumi. Sekarang kita perlu melihat ancaman dalam pekerjaannya sendiri. Apakah dalam model bisnis masa depa pekerjaan saya masih perlu dikerjakan secara manual? Inovasi perbankan telah menghadirkan ATM sehingga orang tidak perlu mengantri di bank untuk mmenarik, mentransfer, bahkan menyetor uang. Bagaimana kalau kita bekerja di bidang seperti “ Investment Banking” yang tiba-tiba punah dalam setahun? Apa yang akan terjadi bila mahasiswa lebih memilih bidang yang populer dan secara tiba-tiba terjadi surplus pada tenaga kerja, karena pekerjaan menyusut? Kita juga perlu mempertanyakan, apakah industri tempat kita bekerja masih diperlukan masyarakat? Apakah kehadiran kita di kantor memang memberikan konstribusi yang signifikan?
Siaga dalam Bekerja
Kita memang tidak hidup di generasi orang tua kita di mana pendidikan dan pekerjaan seperti garis linear, yang bisa diprediksikan. Bukankah kita sadar bahwa pendidikan pertanian di negara kita menghasilkan sarjana ahli pertanian dan perikanan yang handal tetapi kemudian bekerja sebagai bankir, analis finance atau pekerjaan yang sama sekali bertolak belakang dengan pendidikannya. Terlepas dari tanggungjawab berprofesinyadan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dari sini sebetulnya kita bisa memahami bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Seorang ahli IT direkrut sebagai manajer di sebuah perusahaan besar. Bawahan yang terampil dan akuntabel membuat manajer ini bisa sedikit bersantai dan tinggal memanage anak buahnya saja. Tanpa disadari, dalam perkembangannya, manajemen merasa bahwa manajer ini sudah tidak mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam knowledge management dan teknologi informasi, sehingga terpaksa menggantikannya dengan seseorang yang dianggap lebih ahli dan kreatif. Kemampuan teknis yang kita rasakan cukup dalam waktu singkat bisa tidak memadai lagi. Manajer ini lupa bahwa kita tidak bisa puas dengan apa yang sudah kita miliki. Banyak hal baru yang perlu dipelajari. Bukan hanya paham, tetapi juga harus mendalam. Bukan hanya terkait keahlian teknis tetapi juga kreativitas, wawasan dan interpersonal. Ini tentu membangkitkan kewaspadaan kita agar selalu bisa cair beradaptasi, flexibel, dan siap menerima perubahan dengan cepat. “ Careers will come and go, as do businesses and industries view a job as temporary gig and learn how to springboard to the next emerging oppuortunities and needs,” demikan ungkap seorang futuris.
Ubah Paradigma terhadap Pekerjaan
Dulu kita sering terpukau dengan titel pekerjaan seperti, dokter, insinyur, bankir, manajer bahkan direktur. Namun dalam dunia kerja yang kompleks ini, kita tahu titel pekerjaan menjadi tidak terlalu penting lagi. Kita perlu melihat pekerjaan sebagai set of skills yang diaplikasikan dengan kombinasi yang berbeda-beda terhadap situasi kerja yang berbeda. Seorang dokter perlu memilih apakah ia akan menjadi ahli jamur, parasit ataupun hal yang lebih spesifik lagi. Seorang insyinyur juga perlu memilih bidang otomotif, mekatronik, atau bidang spesifik lainnya. Bila kita bekerja di perusahaan besar, kita lebih baik mulai melihat tugas kita sebagai proyek-proyek atau kontrak-kontrak yang harus tuntas dan bernilai tambah.
Pendidikan saat ini termasuk salah satu hal yang sangat penting. Saat ini hampir semua orang tua berusaha keras untuk mencari sekolah yang terbaik bagi anak-anak mereka. Tujuannya tentu untuk mempersiapkan masa depan anak-anaknya. Semua orang berharap sekolah akan membantu memberi arah agar individu bisa lebih siap memasuki dunia kerja. Tetapi, kita sadar bahwa betapa dunia kerja semakin lama semakin kompleks, dan semakin bervariasi.
Ya, dua puluh tahun lalu, kita tidak pernah berpikir akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru seperti computer programmer, network engineer, wedding organizer atau financial consultant. Nandan M. Nilekani, managing director Infosys Technologies, bahkan memperkirakan akan terciptanya 20.000 jabatan baru di tahun 2015. Bagaimana kita yang sudah terjun di dunia kerja mempersiapkan hal ini? Sekolah seperti apa yang perlu kita cari? Training seperti apa yang perlu kita ikuti? Bagaimana sekolah mempersiapkan lulusan “siap kerja”, sementara jenis pekerjaan di masa depan belum jelas bentuk dan variasinya?
Kalau sebelum ini, kita menghawatirkan bahwa dengan globalisasi, tenaga asing akan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dkerjakan oleh orang pribumi. Sekarang kita perlu melihat ancaman dalam pekerjaannya sendiri. Apakah dalam model bisnis masa depa pekerjaan saya masih perlu dikerjakan secara manual? Inovasi perbankan telah menghadirkan ATM sehingga orang tidak perlu mengantri di bank untuk mmenarik, mentransfer, bahkan menyetor uang. Bagaimana kalau kita bekerja di bidang seperti “ Investment Banking” yang tiba-tiba punah dalam setahun? Apa yang akan terjadi bila mahasiswa lebih memilih bidang yang populer dan secara tiba-tiba terjadi surplus pada tenaga kerja, karena pekerjaan menyusut? Kita juga perlu mempertanyakan, apakah industri tempat kita bekerja masih diperlukan masyarakat? Apakah kehadiran kita di kantor memang memberikan konstribusi yang signifikan?
Siaga dalam Bekerja
Kita memang tidak hidup di generasi orang tua kita di mana pendidikan dan pekerjaan seperti garis linear, yang bisa diprediksikan. Bukankah kita sadar bahwa pendidikan pertanian di negara kita menghasilkan sarjana ahli pertanian dan perikanan yang handal tetapi kemudian bekerja sebagai bankir, analis finance atau pekerjaan yang sama sekali bertolak belakang dengan pendidikannya. Terlepas dari tanggungjawab berprofesinyadan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dari sini sebetulnya kita bisa memahami bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Seorang ahli IT direkrut sebagai manajer di sebuah perusahaan besar. Bawahan yang terampil dan akuntabel membuat manajer ini bisa sedikit bersantai dan tinggal memanage anak buahnya saja. Tanpa disadari, dalam perkembangannya, manajemen merasa bahwa manajer ini sudah tidak mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam knowledge management dan teknologi informasi, sehingga terpaksa menggantikannya dengan seseorang yang dianggap lebih ahli dan kreatif. Kemampuan teknis yang kita rasakan cukup dalam waktu singkat bisa tidak memadai lagi. Manajer ini lupa bahwa kita tidak bisa puas dengan apa yang sudah kita miliki. Banyak hal baru yang perlu dipelajari. Bukan hanya paham, tetapi juga harus mendalam. Bukan hanya terkait keahlian teknis tetapi juga kreativitas, wawasan dan interpersonal. Ini tentu membangkitkan kewaspadaan kita agar selalu bisa cair beradaptasi, flexibel, dan siap menerima perubahan dengan cepat. “ Careers will come and go, as do businesses and industries view a job as temporary gig and learn how to springboard to the next emerging oppuortunities and needs,” demikan ungkap seorang futuris.
Ubah Paradigma terhadap Pekerjaan
Dulu kita sering terpukau dengan titel pekerjaan seperti, dokter, insinyur, bankir, manajer bahkan direktur. Namun dalam dunia kerja yang kompleks ini, kita tahu titel pekerjaan menjadi tidak terlalu penting lagi. Kita perlu melihat pekerjaan sebagai set of skills yang diaplikasikan dengan kombinasi yang berbeda-beda terhadap situasi kerja yang berbeda. Seorang dokter perlu memilih apakah ia akan menjadi ahli jamur, parasit ataupun hal yang lebih spesifik lagi. Seorang insyinyur juga perlu memilih bidang otomotif, mekatronik, atau bidang spesifik lainnya. Bila kita bekerja di perusahaan besar, kita lebih baik mulai melihat tugas kita sebagai proyek-proyek atau kontrak-kontrak yang harus tuntas dan bernilai tambah.
Pendidikan saat ini termasuk salah satu hal yang sangat penting. Saat ini hampir semua orang tua berusaha keras untuk mencari sekolah yang terbaik bagi anak-anak mereka. Tujuannya tentu untuk mempersiapkan masa depan anak-anaknya. Semua orang berharap sekolah akan membantu memberi arah agar individu bisa lebih siap memasuki dunia kerja. Tetapi, kita sadar bahwa betapa dunia kerja semakin lama semakin kompleks, dan semakin bervariasi.
Ya, dua puluh tahun lalu, kita tidak pernah berpikir akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru seperti computer programmer, network engineer, wedding organizer atau financial consultant. Nandan M. Nilekani, managing director Infosys Technologies, bahkan memperkirakan akan terciptanya 20.000 jabatan baru di tahun 2015. Bagaimana kita yang sudah terjun di dunia kerja mempersiapkan hal ini? Sekolah seperti apa yang perlu kita cari? Training seperti apa yang perlu kita ikuti? Bagaimana sekolah mempersiapkan lulusan “siap kerja”, sementara jenis pekerjaan di masa depan belum jelas bentuk dan variasinya?
Kalau sebelum ini, kita menghawatirkan bahwa dengan globalisasi, tenaga asing akan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dkerjakan oleh orang pribumi. Sekarang kita perlu melihat ancaman dalam pekerjaannya sendiri. Apakah dalam model bisnis masa depa pekerjaan saya masih perlu dikerjakan secara manual? Inovasi perbankan telah menghadirkan ATM sehingga orang tidak perlu mengantri di bank untuk mmenarik, mentransfer, bahkan menyetor uang. Bagaimana kalau kita bekerja di bidang seperti “ Investment Banking” yang tiba-tiba punah dalam setahun? Apa yang akan terjadi bila mahasiswa lebih memilih bidang yang populer dan secara tiba-tiba terjadi surplus pada tenaga kerja, karena pekerjaan menyusut? Kita juga perlu mempertanyakan, apakah industri tempat kita bekerja masih diperlukan masyarakat? Apakah kehadiran kita di kantor memang memberikan konstribusi yang signifikan?
Siaga dalam Bekerja
Kita memang tidak hidup di generasi orang tua kita di mana pendidikan dan pekerjaan seperti garis linear, yang bisa diprediksikan. Bukankah kita sadar bahwa pendidikan pertanian di negara kita menghasilkan sarjana ahli pertanian dan perikanan yang handal tetapi kemudian bekerja sebagai bankir, analis finance atau pekerjaan yang sama sekali bertolak belakang dengan pendidikannya. Terlepas dari tanggungjawab berprofesinyadan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dari sini sebetulnya kita bisa memahami bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Seorang ahli IT direkrut sebagai manajer di sebuah perusahaan besar. Bawahan yang terampil dan akuntabel membuat manajer ini bisa sedikit bersantai dan tinggal memanage anak buahnya saja. Tanpa disadari, dalam perkembangannya, manajemen merasa bahwa manajer ini sudah tidak mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam knowledge management dan teknologi informasi, sehingga terpaksa menggantikannya dengan seseorang yang dianggap lebih ahli dan kreatif. Kemampuan teknis yang kita rasakan cukup dalam waktu singkat bisa tidak memadai lagi. Manajer ini lupa bahwa kita tidak bisa puas dengan apa yang sudah kita miliki. Banyak hal baru yang perlu dipelajari. Bukan hanya paham, tetapi juga harus mendalam. Bukan hanya terkait keahlian teknis tetapi juga kreativitas, wawasan dan interpersonal. Ini tentu membangkitkan kewaspadaan kita agar selalu bisa cair beradaptasi, flexibel, dan siap menerima perubahan dengan cepat. “ Careers will come and go, as do businesses and industries view a job as temporary gig and learn how to springboard to the next emerging oppuortunities and needs,” demikan ungkap seorang futuris.
Ubah Paradigma terhadap Pekerjaan
Dulu kita sering terpukau dengan titel pekerjaan seperti, dokter, insinyur, bankir, manajer bahkan direktur. Namun dalam dunia kerja yang kompleks ini, kita tahu titel pekerjaan menjadi tidak terlalu penting lagi. Kita perlu melihat pekerjaan sebagai set of skills yang diaplikasikan dengan kombinasi yang berbeda-beda terhadap situasi kerja yang berbeda. Seorang dokter perlu memilih apakah ia akan menjadi ahli jamur, parasit ataupun hal yang lebih spesifik lagi. Seorang insyinyur juga perlu memilih bidang otomotif, mekatronik, atau bidang spesifik lainnya. Bila kita bekerja di perusahaan besar, kita lebih baik mulai melihat tugas kita sebagai proyek-proyek atau kontrak-kontrak yang harus tuntas dan bernilai tambah.
Menjadi pengusaha adalah pilihan karier yang menantang dan bisa diraih oleh siapapun tanpa syarat gelar dan bukan karena bakat atau keturunan! Kalau saja, 25-an tahun yang silam saya tidak memilih drop out dari UGM boleh jadi di Indonesia tidak akan pernah ada bimbingan belajar berkembang menjadi bisnis nasional dengan outlet kini sampai 520-an di hampir semua provinsi di tanah air. Oleh karena kecewa pada sistem pendidikan dan perkuliahan pada waktu itu, saya keluar dan mendirikan Primagama yang kini menjadi Holding Company dengan beragam usaha.
pendidikan eu
Pendidikan saat ini termasuk salah satu hal yang sangat penting. Saat ini hampir semua orang tua berusaha keras untuk mencari sekolah yang terbaik bagi anak-anak mereka. Tujuannya tentu untuk mempersiapkan masa depan anak-anaknya. Semua orang berharap sekolah akan membantu memberi arah agar individu bisa lebih siap memasuki dunia kerja. Tetapi, kita sadar bahwa betapa dunia kerja semakin lama semakin kompleks, dan semakin bervariasi.
Ya, dua puluh tahun lalu, kita tidak pernah berpikir akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru seperti computer programmer, network engineer, wedding organizer atau financial consultant. Nandan M. Nilekani, managing director Infosys Technologies, bahkan memperkirakan akan terciptanya 20.000 jabatan baru di tahun 2015. Bagaimana kita yang sudah terjun di dunia kerja mempersiapkan hal ini? Sekolah seperti apa yang perlu kita cari? Training seperti apa yang perlu kita ikuti? Bagaimana sekolah mempersiapkan lulusan “siap kerja”, sementara jenis pekerjaan di masa depan belum jelas bentuk dan variasinya?
Kalau sebelum ini, kita menghawatirkan bahwa dengan globalisasi, tenaga asing akan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dkerjakan oleh orang pribumi. Sekarang kita perlu melihat ancaman dalam pekerjaannya sendiri. Apakah dalam model bisnis masa depa pekerjaan saya masih perlu dikerjakan secara manual? Inovasi perbankan telah menghadirkan ATM sehingga orang tidak perlu mengantri di bank untuk mmenarik, mentransfer, bahkan menyetor uang. Bagaimana kalau kita bekerja di bidang seperti “ Investment Banking” yang tiba-tiba punah dalam setahun? Apa yang akan terjadi bila mahasiswa lebih memilih bidang yang populer dan secara tiba-tiba terjadi surplus pada tenaga kerja, karena pekerjaan menyusut? Kita juga perlu mempertanyakan, apakah industri tempat kita bekerja masih diperlukan masyarakat? Apakah kehadiran kita di kantor memang memberikan konstribusi yang signifikan?
Siaga dalam Bekerja
Kita memang tidak hidup di generasi orang tua kita di mana pendidikan dan pekerjaan seperti garis linear, yang bisa diprediksikan. Bukankah kita sadar bahwa pendidikan pertanian di negara kita menghasilkan sarjana ahli pertanian dan perikanan yang handal tetapi kemudian bekerja sebagai bankir, analis finance atau pekerjaan yang sama sekali bertolak belakang dengan pendidikannya. Terlepas dari tanggungjawab berprofesinyadan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dari sini sebetulnya kita bisa memahami bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Seorang ahli IT direkrut sebagai manajer di sebuah perusahaan besar. Bawahan yang terampil dan akuntabel membuat manajer ini bisa sedikit bersantai dan tinggal memanage anak buahnya saja. Tanpa disadari, dalam perkembangannya, manajemen merasa bahwa manajer ini sudah tidak mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam knowledge management dan teknologi informasi, sehingga terpaksa menggantikannya dengan seseorang yang dianggap lebih ahli dan kreatif. Kemampuan teknis yang kita rasakan cukup dalam waktu singkat bisa tidak memadai lagi. Manajer ini lupa bahwa kita tidak bisa puas dengan apa yang sudah kita miliki. Banyak hal baru yang perlu dipelajari. Bukan hanya paham, tetapi juga harus mendalam. Bukan hanya terkait keahlian teknis tetapi juga kreativitas, wawasan dan interpersonal. Ini tentu membangkitkan kewaspadaan kita agar selalu bisa cair beradaptasi, flexibel, dan siap menerima perubahan dengan cepat. “ Careers will come and go, as do businesses and industries view a job as temporary gig and learn how to springboard to the next emerging oppuortunities and needs,” demikan ungkap seorang futuris.
Ubah Paradigma terhadap Pekerjaan
Dulu kita sering terpukau dengan titel pekerjaan seperti, dokter, insinyur, bankir, manajer bahkan direktur. Namun dalam dunia kerja yang kompleks ini, kita tahu titel pekerjaan menjadi tidak terlalu penting lagi. Kita perlu melihat pekerjaan sebagai set of skills yang diaplikasikan dengan kombinasi yang berbeda-beda terhadap situasi kerja yang berbeda. Seorang dokter perlu memilih apakah ia akan menjadi ahli jamur, parasit ataupun hal yang lebih spesifik lagi. Seorang insyinyur juga perlu memilih bidang otomotif, mekatronik, atau bidang spesifik lainnya. Bila kita bekerja di perusahaan besar, kita lebih baik mulai melihat tugas kita sebagai proyek-proyek atau kontrak-kontrak yang harus tuntas dan bernilai tambah.
Pendidikan saat ini termasuk salah satu hal yang sangat penting. Saat ini hampir semua orang tua berusaha keras untuk mencari sekolah yang terbaik bagi anak-anak mereka. Tujuannya tentu untuk mempersiapkan masa depan anak-anaknya. Semua orang berharap sekolah akan membantu memberi arah agar individu bisa lebih siap memasuki dunia kerja. Tetapi, kita sadar bahwa betapa dunia kerja semakin lama semakin kompleks, dan semakin bervariasi.
Ya, dua puluh tahun lalu, kita tidak pernah berpikir akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru seperti computer programmer, network engineer, wedding organizer atau financial consultant. Nandan M. Nilekani, managing director Infosys Technologies, bahkan memperkirakan akan terciptanya 20.000 jabatan baru di tahun 2015. Bagaimana kita yang sudah terjun di dunia kerja mempersiapkan hal ini? Sekolah seperti apa yang perlu kita cari? Training seperti apa yang perlu kita ikuti? Bagaimana sekolah mempersiapkan lulusan “siap kerja”, sementara jenis pekerjaan di masa depan belum jelas bentuk dan variasinya?
Kalau sebelum ini, kita menghawatirkan bahwa dengan globalisasi, tenaga asing akan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dkerjakan oleh orang pribumi. Sekarang kita perlu melihat ancaman dalam pekerjaannya sendiri. Apakah dalam model bisnis masa depa pekerjaan saya masih perlu dikerjakan secara manual? Inovasi perbankan telah menghadirkan ATM sehingga orang tidak perlu mengantri di bank untuk mmenarik, mentransfer, bahkan menyetor uang. Bagaimana kalau kita bekerja di bidang seperti “ Investment Banking” yang tiba-tiba punah dalam setahun? Apa yang akan terjadi bila mahasiswa lebih memilih bidang yang populer dan secara tiba-tiba terjadi surplus pada tenaga kerja, karena pekerjaan menyusut? Kita juga perlu mempertanyakan, apakah industri tempat kita bekerja masih diperlukan masyarakat? Apakah kehadiran kita di kantor memang memberikan konstribusi yang signifikan?
Siaga dalam Bekerja
Kita memang tidak hidup di generasi orang tua kita di mana pendidikan dan pekerjaan seperti garis linear, yang bisa diprediksikan. Bukankah kita sadar bahwa pendidikan pertanian di negara kita menghasilkan sarjana ahli pertanian dan perikanan yang handal tetapi kemudian bekerja sebagai bankir, analis finance atau pekerjaan yang sama sekali bertolak belakang dengan pendidikannya. Terlepas dari tanggungjawab berprofesinyadan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dari sini sebetulnya kita bisa memahami bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Seorang ahli IT direkrut sebagai manajer di sebuah perusahaan besar. Bawahan yang terampil dan akuntabel membuat manajer ini bisa sedikit bersantai dan tinggal memanage anak buahnya saja. Tanpa disadari, dalam perkembangannya, manajemen merasa bahwa manajer ini sudah tidak mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam knowledge management dan teknologi informasi, sehingga terpaksa menggantikannya dengan seseorang yang dianggap lebih ahli dan kreatif. Kemampuan teknis yang kita rasakan cukup dalam waktu singkat bisa tidak memadai lagi. Manajer ini lupa bahwa kita tidak bisa puas dengan apa yang sudah kita miliki. Banyak hal baru yang perlu dipelajari. Bukan hanya paham, tetapi juga harus mendalam. Bukan hanya terkait keahlian teknis tetapi juga kreativitas, wawasan dan interpersonal. Ini tentu membangkitkan kewaspadaan kita agar selalu bisa cair beradaptasi, flexibel, dan siap menerima perubahan dengan cepat. “ Careers will come and go, as do businesses and industries view a job as temporary gig and learn how to springboard to the next emerging oppuortunities and needs,” demikan ungkap seorang futuris.
Ubah Paradigma terhadap Pekerjaan
Dulu kita sering terpukau dengan titel pekerjaan seperti, dokter, insinyur, bankir, manajer bahkan direktur. Namun dalam dunia kerja yang kompleks ini, kita tahu titel pekerjaan menjadi tidak terlalu penting lagi. Kita perlu melihat pekerjaan sebagai set of skills yang diaplikasikan dengan kombinasi yang berbeda-beda terhadap situasi kerja yang berbeda. Seorang dokter perlu memilih apakah ia akan menjadi ahli jamur, parasit ataupun hal yang lebih spesifik lagi. Seorang insyinyur juga perlu memilih bidang otomotif, mekatronik, atau bidang spesifik lainnya. Bila kita bekerja di perusahaan besar, kita lebih baik mulai melihat tugas kita sebagai proyek-proyek atau kontrak-kontrak yang harus tuntas dan bernilai tambah.
Pendidikan saat ini termasuk salah satu hal yang sangat penting. Saat ini hampir semua orang tua berusaha keras untuk mencari sekolah yang terbaik bagi anak-anak mereka. Tujuannya tentu untuk mempersiapkan masa depan anak-anaknya. Semua orang berharap sekolah akan membantu memberi arah agar individu bisa lebih siap memasuki dunia kerja. Tetapi, kita sadar bahwa betapa dunia kerja semakin lama semakin kompleks, dan semakin bervariasi.
Ya, dua puluh tahun lalu, kita tidak pernah berpikir akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru seperti computer programmer, network engineer, wedding organizer atau financial consultant. Nandan M. Nilekani, managing director Infosys Technologies, bahkan memperkirakan akan terciptanya 20.000 jabatan baru di tahun 2015. Bagaimana kita yang sudah terjun di dunia kerja mempersiapkan hal ini? Sekolah seperti apa yang perlu kita cari? Training seperti apa yang perlu kita ikuti? Bagaimana sekolah mempersiapkan lulusan “siap kerja”, sementara jenis pekerjaan di masa depan belum jelas bentuk dan variasinya?
Kalau sebelum ini, kita menghawatirkan bahwa dengan globalisasi, tenaga asing akan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dkerjakan oleh orang pribumi. Sekarang kita perlu melihat ancaman dalam pekerjaannya sendiri. Apakah dalam model bisnis masa depa pekerjaan saya masih perlu dikerjakan secara manual? Inovasi perbankan telah menghadirkan ATM sehingga orang tidak perlu mengantri di bank untuk mmenarik, mentransfer, bahkan menyetor uang. Bagaimana kalau kita bekerja di bidang seperti “ Investment Banking” yang tiba-tiba punah dalam setahun? Apa yang akan terjadi bila mahasiswa lebih memilih bidang yang populer dan secara tiba-tiba terjadi surplus pada tenaga kerja, karena pekerjaan menyusut? Kita juga perlu mempertanyakan, apakah industri tempat kita bekerja masih diperlukan masyarakat? Apakah kehadiran kita di kantor memang memberikan konstribusi yang signifikan?
Siaga dalam Bekerja
Kita memang tidak hidup di generasi orang tua kita di mana pendidikan dan pekerjaan seperti garis linear, yang bisa diprediksikan. Bukankah kita sadar bahwa pendidikan pertanian di negara kita menghasilkan sarjana ahli pertanian dan perikanan yang handal tetapi kemudian bekerja sebagai bankir, analis finance atau pekerjaan yang sama sekali bertolak belakang dengan pendidikannya. Terlepas dari tanggungjawab berprofesinyadan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dari sini sebetulnya kita bisa memahami bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Seorang ahli IT direkrut sebagai manajer di sebuah perusahaan besar. Bawahan yang terampil dan akuntabel membuat manajer ini bisa sedikit bersantai dan tinggal memanage anak buahnya saja. Tanpa disadari, dalam perkembangannya, manajemen merasa bahwa manajer ini sudah tidak mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam knowledge management dan teknologi informasi, sehingga terpaksa menggantikannya dengan seseorang yang dianggap lebih ahli dan kreatif. Kemampuan teknis yang kita rasakan cukup dalam waktu singkat bisa tidak memadai lagi. Manajer ini lupa bahwa kita tidak bisa puas dengan apa yang sudah kita miliki. Banyak hal baru yang perlu dipelajari. Bukan hanya paham, tetapi juga harus mendalam. Bukan hanya terkait keahlian teknis tetapi juga kreativitas, wawasan dan interpersonal. Ini tentu membangkitkan kewaspadaan kita agar selalu bisa cair beradaptasi, flexibel, dan siap menerima perubahan dengan cepat. “ Careers will come and go, as do businesses and industries view a job as temporary gig and learn how to springboard to the next emerging oppuortunities and needs,” demikan ungkap seorang futuris.
Ubah Paradigma terhadap Pekerjaan
Dulu kita sering terpukau dengan titel pekerjaan seperti, dokter, insinyur, bankir, manajer bahkan direktur. Namun dalam dunia kerja yang kompleks ini, kita tahu titel pekerjaan menjadi tidak terlalu penting lagi. Kita perlu melihat pekerjaan sebagai set of skills yang diaplikasikan dengan kombinasi yang berbeda-beda terhadap situasi kerja yang berbeda. Seorang dokter perlu memilih apakah ia akan menjadi ahli jamur, parasit ataupun hal yang lebih spesifik lagi. Seorang insyinyur juga perlu memilih bidang otomotif, mekatronik, atau bidang spesifik lainnya. Bila kita bekerja di perusahaan besar, kita lebih baik mulai melihat tugas kita sebagai proyek-proyek atau kontrak-kontrak yang harus tuntas dan bernilai tambah.
Pendidikan saat ini termasuk salah satu hal yang sangat penting. Saat ini hampir semua orang tua berusaha keras untuk mencari sekolah yang terbaik bagi anak-anak mereka. Tujuannya tentu untuk mempersiapkan masa depan anak-anaknya. Semua orang berharap sekolah akan membantu memberi arah agar individu bisa lebih siap memasuki dunia kerja. Tetapi, kita sadar bahwa betapa dunia kerja semakin lama semakin kompleks, dan semakin bervariasi.
Ya, dua puluh tahun lalu, kita tidak pernah berpikir akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru seperti computer programmer, network engineer, wedding organizer atau financial consultant. Nandan M. Nilekani, managing director Infosys Technologies, bahkan memperkirakan akan terciptanya 20.000 jabatan baru di tahun 2015. Bagaimana kita yang sudah terjun di dunia kerja mempersiapkan hal ini? Sekolah seperti apa yang perlu kita cari? Training seperti apa yang perlu kita ikuti? Bagaimana sekolah mempersiapkan lulusan “siap kerja”, sementara jenis pekerjaan di masa depan belum jelas bentuk dan variasinya?
Kalau sebelum ini, kita menghawatirkan bahwa dengan globalisasi, tenaga asing akan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dkerjakan oleh orang pribumi. Sekarang kita perlu melihat ancaman dalam pekerjaannya sendiri. Apakah dalam model bisnis masa depa pekerjaan saya masih perlu dikerjakan secara manual? Inovasi perbankan telah menghadirkan ATM sehingga orang tidak perlu mengantri di bank untuk mmenarik, mentransfer, bahkan menyetor uang. Bagaimana kalau kita bekerja di bidang seperti “ Investment Banking” yang tiba-tiba punah dalam setahun? Apa yang akan terjadi bila mahasiswa lebih memilih bidang yang populer dan secara tiba-tiba terjadi surplus pada tenaga kerja, karena pekerjaan menyusut? Kita juga perlu mempertanyakan, apakah industri tempat kita bekerja masih diperlukan masyarakat? Apakah kehadiran kita di kantor memang memberikan konstribusi yang signifikan?
Siaga dalam Bekerja
Kita memang tidak hidup di generasi orang tua kita di mana pendidikan dan pekerjaan seperti garis linear, yang bisa diprediksikan. Bukankah kita sadar bahwa pendidikan pertanian di negara kita menghasilkan sarjana ahli pertanian dan perikanan yang handal tetapi kemudian bekerja sebagai bankir, analis finance atau pekerjaan yang sama sekali bertolak belakang dengan pendidikannya. Terlepas dari tanggungjawab berprofesinyadan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dari sini sebetulnya kita bisa memahami bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Seorang ahli IT direkrut sebagai manajer di sebuah perusahaan besar. Bawahan yang terampil dan akuntabel membuat manajer ini bisa sedikit bersantai dan tinggal memanage anak buahnya saja. Tanpa disadari, dalam perkembangannya, manajemen merasa bahwa manajer ini sudah tidak mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam knowledge management dan teknologi informasi, sehingga terpaksa menggantikannya dengan seseorang yang dianggap lebih ahli dan kreatif. Kemampuan teknis yang kita rasakan cukup dalam waktu singkat bisa tidak memadai lagi. Manajer ini lupa bahwa kita tidak bisa puas dengan apa yang sudah kita miliki. Banyak hal baru yang perlu dipelajari. Bukan hanya paham, tetapi juga harus mendalam. Bukan hanya terkait keahlian teknis tetapi juga kreativitas, wawasan dan interpersonal. Ini tentu membangkitkan kewaspadaan kita agar selalu bisa cair beradaptasi, flexibel, dan siap menerima perubahan dengan cepat. “ Careers will come and go, as do businesses and industries view a job as temporary gig and learn how to springboard to the next emerging oppuortunities and needs,” demikan ungkap seorang futuris.
Ubah Paradigma terhadap Pekerjaan
Dulu kita sering terpukau dengan titel pekerjaan seperti, dokter, insinyur, bankir, manajer bahkan direktur. Namun dalam dunia kerja yang kompleks ini, kita tahu titel pekerjaan menjadi tidak terlalu penting lagi. Kita perlu melihat pekerjaan sebagai set of skills yang diaplikasikan dengan kombinasi yang berbeda-beda terhadap situasi kerja yang berbeda. Seorang dokter perlu memilih apakah ia akan menjadi ahli jamur, parasit ataupun hal yang lebih spesifik lagi. Seorang insyinyur juga perlu memilih bidang otomotif, mekatronik, atau bidang spesifik lainnya. Bila kita bekerja di perusahaan besar, kita lebih baik mulai melihat tugas kita sebagai proyek-proyek atau kontrak-kontrak yang harus tuntas dan bernilai tambah.
Pendidikan saat ini termasuk salah satu hal yang sangat penting. Saat ini hampir semua orang tua berusaha keras untuk mencari sekolah yang terbaik bagi anak-anak mereka. Tujuannya tentu untuk mempersiapkan masa depan anak-anaknya. Semua orang berharap sekolah akan membantu memberi arah agar individu bisa lebih siap memasuki dunia kerja. Tetapi, kita sadar bahwa betapa dunia kerja semakin lama semakin kompleks, dan semakin bervariasi.
Ya, dua puluh tahun lalu, kita tidak pernah berpikir akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru seperti computer programmer, network engineer, wedding organizer atau financial consultant. Nandan M. Nilekani, managing director Infosys Technologies, bahkan memperkirakan akan terciptanya 20.000 jabatan baru di tahun 2015. Bagaimana kita yang sudah terjun di dunia kerja mempersiapkan hal ini? Sekolah seperti apa yang perlu kita cari? Training seperti apa yang perlu kita ikuti? Bagaimana sekolah mempersiapkan lulusan “siap kerja”, sementara jenis pekerjaan di masa depan belum jelas bentuk dan variasinya?
Kalau sebelum ini, kita menghawatirkan bahwa dengan globalisasi, tenaga asing akan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dkerjakan oleh orang pribumi. Sekarang kita perlu melihat ancaman dalam pekerjaannya sendiri. Apakah dalam model bisnis masa depa pekerjaan saya masih perlu dikerjakan secara manual? Inovasi perbankan telah menghadirkan ATM sehingga orang tidak perlu mengantri di bank untuk mmenarik, mentransfer, bahkan menyetor uang. Bagaimana kalau kita bekerja di bidang seperti “ Investment Banking” yang tiba-tiba punah dalam setahun? Apa yang akan terjadi bila mahasiswa lebih memilih bidang yang populer dan secara tiba-tiba terjadi surplus pada tenaga kerja, karena pekerjaan menyusut? Kita juga perlu mempertanyakan, apakah industri tempat kita bekerja masih diperlukan masyarakat? Apakah kehadiran kita di kantor memang memberikan konstribusi yang signifikan?
Siaga dalam Bekerja
Kita memang tidak hidup di generasi orang tua kita di mana pendidikan dan pekerjaan seperti garis linear, yang bisa diprediksikan. Bukankah kita sadar bahwa pendidikan pertanian di negara kita menghasilkan sarjana ahli pertanian dan perikanan yang handal tetapi kemudian bekerja sebagai bankir, analis finance atau pekerjaan yang sama sekali bertolak belakang dengan pendidikannya. Terlepas dari tanggungjawab berprofesinyadan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dari sini sebetulnya kita bisa memahami bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Seorang ahli IT direkrut sebagai manajer di sebuah perusahaan besar. Bawahan yang terampil dan akuntabel membuat manajer ini bisa sedikit bersantai dan tinggal memanage anak buahnya saja. Tanpa disadari, dalam perkembangannya, manajemen merasa bahwa manajer ini sudah tidak mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam knowledge management dan teknologi informasi, sehingga terpaksa menggantikannya dengan seseorang yang dianggap lebih ahli dan kreatif. Kemampuan teknis yang kita rasakan cukup dalam waktu singkat bisa tidak memadai lagi. Manajer ini lupa bahwa kita tidak bisa puas dengan apa yang sudah kita miliki. Banyak hal baru yang perlu dipelajari. Bukan hanya paham, tetapi juga harus mendalam. Bukan hanya terkait keahlian teknis tetapi juga kreativitas, wawasan dan interpersonal. Ini tentu membangkitkan kewaspadaan kita agar selalu bisa cair beradaptasi, flexibel, dan siap menerima perubahan dengan cepat. “ Careers will come and go, as do businesses and industries view a job as temporary gig and learn how to springboard to the next emerging oppuortunities and needs,” demikan ungkap seorang futuris.
Ubah Paradigma terhadap Pekerjaan
Dulu kita sering terpukau dengan titel pekerjaan seperti, dokter, insinyur, bankir, manajer bahkan direktur. Namun dalam dunia kerja yang kompleks ini, kita tahu titel pekerjaan menjadi tidak terlalu penting lagi. Kita perlu melihat pekerjaan sebagai set of skills yang diaplikasikan dengan kombinasi yang berbeda-beda terhadap situasi kerja yang berbeda. Seorang dokter perlu memilih apakah ia akan menjadi ahli jamur, parasit ataupun hal yang lebih spesifik lagi. Seorang insyinyur juga perlu memilih bidang otomotif, mekatronik, atau bidang spesifik lainnya. Bila kita bekerja di perusahaan besar, kita lebih baik mulai melihat tugas kita sebagai proyek-proyek atau kontrak-kontrak yang harus tuntas dan bernilai tambah.
Menjadi pengusaha adalah pilihan karier yang menantang dan bisa diraih oleh siapapun tanpa syarat gelar dan bukan karena bakat atau keturunan! Kalau saja, 25-an tahun yang silam saya tidak memilih drop out dari UGM boleh jadi di Indonesia tidak akan pernah ada bimbingan belajar berkembang menjadi bisnis nasional dengan outlet kini sampai 520-an di hampir semua provinsi di tanah air. Oleh karena kecewa pada sistem pendidikan dan perkuliahan pada waktu itu, saya keluar dan mendirikan Primagama yang kini menjadi Holding Company dengan beragam usaha.
Ya, dua puluh tahun lalu, kita tidak pernah berpikir akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru seperti computer programmer, network engineer, wedding organizer atau financial consultant. Nandan M. Nilekani, managing director Infosys Technologies, bahkan memperkirakan akan terciptanya 20.000 jabatan baru di tahun 2015. Bagaimana kita yang sudah terjun di dunia kerja mempersiapkan hal ini? Sekolah seperti apa yang perlu kita cari? Training seperti apa yang perlu kita ikuti? Bagaimana sekolah mempersiapkan lulusan “siap kerja”, sementara jenis pekerjaan di masa depan belum jelas bentuk dan variasinya?
Kalau sebelum ini, kita menghawatirkan bahwa dengan globalisasi, tenaga asing akan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dkerjakan oleh orang pribumi. Sekarang kita perlu melihat ancaman dalam pekerjaannya sendiri. Apakah dalam model bisnis masa depa pekerjaan saya masih perlu dikerjakan secara manual? Inovasi perbankan telah menghadirkan ATM sehingga orang tidak perlu mengantri di bank untuk mmenarik, mentransfer, bahkan menyetor uang. Bagaimana kalau kita bekerja di bidang seperti “ Investment Banking” yang tiba-tiba punah dalam setahun? Apa yang akan terjadi bila mahasiswa lebih memilih bidang yang populer dan secara tiba-tiba terjadi surplus pada tenaga kerja, karena pekerjaan menyusut? Kita juga perlu mempertanyakan, apakah industri tempat kita bekerja masih diperlukan masyarakat? Apakah kehadiran kita di kantor memang memberikan konstribusi yang signifikan?
Siaga dalam Bekerja
Kita memang tidak hidup di generasi orang tua kita di mana pendidikan dan pekerjaan seperti garis linear, yang bisa diprediksikan. Bukankah kita sadar bahwa pendidikan pertanian di negara kita menghasilkan sarjana ahli pertanian dan perikanan yang handal tetapi kemudian bekerja sebagai bankir, analis finance atau pekerjaan yang sama sekali bertolak belakang dengan pendidikannya. Terlepas dari tanggungjawab berprofesinyadan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dari sini sebetulnya kita bisa memahami bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Seorang ahli IT direkrut sebagai manajer di sebuah perusahaan besar. Bawahan yang terampil dan akuntabel membuat manajer ini bisa sedikit bersantai dan tinggal memanage anak buahnya saja. Tanpa disadari, dalam perkembangannya, manajemen merasa bahwa manajer ini sudah tidak mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam knowledge management dan teknologi informasi, sehingga terpaksa menggantikannya dengan seseorang yang dianggap lebih ahli dan kreatif. Kemampuan teknis yang kita rasakan cukup dalam waktu singkat bisa tidak memadai lagi. Manajer ini lupa bahwa kita tidak bisa puas dengan apa yang sudah kita miliki. Banyak hal baru yang perlu dipelajari. Bukan hanya paham, tetapi juga harus mendalam. Bukan hanya terkait keahlian teknis tetapi juga kreativitas, wawasan dan interpersonal. Ini tentu membangkitkan kewaspadaan kita agar selalu bisa cair beradaptasi, flexibel, dan siap menerima perubahan dengan cepat. “ Careers will come and go, as do businesses and industries view a job as temporary gig and learn how to springboard to the next emerging oppuortunities and needs,” demikan ungkap seorang futuris.
Ubah Paradigma terhadap Pekerjaan
Dulu kita sering terpukau dengan titel pekerjaan seperti, dokter, insinyur, bankir, manajer bahkan direktur. Namun dalam dunia kerja yang kompleks ini, kita tahu titel pekerjaan menjadi tidak terlalu penting lagi. Kita perlu melihat pekerjaan sebagai set of skills yang diaplikasikan dengan kombinasi yang berbeda-beda terhadap situasi kerja yang berbeda. Seorang dokter perlu memilih apakah ia akan menjadi ahli jamur, parasit ataupun hal yang lebih spesifik lagi. Seorang insyinyur juga perlu memilih bidang otomotif, mekatronik, atau bidang spesifik lainnya. Bila kita bekerja di perusahaan besar, kita lebih baik mulai melihat tugas kita sebagai proyek-proyek atau kontrak-kontrak yang harus tuntas dan bernilai tambah.
Pendidikan saat ini termasuk salah satu hal yang sangat penting. Saat ini hampir semua orang tua berusaha keras untuk mencari sekolah yang terbaik bagi anak-anak mereka. Tujuannya tentu untuk mempersiapkan masa depan anak-anaknya. Semua orang berharap sekolah akan membantu memberi arah agar individu bisa lebih siap memasuki dunia kerja. Tetapi, kita sadar bahwa betapa dunia kerja semakin lama semakin kompleks, dan semakin bervariasi.
Ya, dua puluh tahun lalu, kita tidak pernah berpikir akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru seperti computer programmer, network engineer, wedding organizer atau financial consultant. Nandan M. Nilekani, managing director Infosys Technologies, bahkan memperkirakan akan terciptanya 20.000 jabatan baru di tahun 2015. Bagaimana kita yang sudah terjun di dunia kerja mempersiapkan hal ini? Sekolah seperti apa yang perlu kita cari? Training seperti apa yang perlu kita ikuti? Bagaimana sekolah mempersiapkan lulusan “siap kerja”, sementara jenis pekerjaan di masa depan belum jelas bentuk dan variasinya?
Kalau sebelum ini, kita menghawatirkan bahwa dengan globalisasi, tenaga asing akan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dkerjakan oleh orang pribumi. Sekarang kita perlu melihat ancaman dalam pekerjaannya sendiri. Apakah dalam model bisnis masa depa pekerjaan saya masih perlu dikerjakan secara manual? Inovasi perbankan telah menghadirkan ATM sehingga orang tidak perlu mengantri di bank untuk mmenarik, mentransfer, bahkan menyetor uang. Bagaimana kalau kita bekerja di bidang seperti “ Investment Banking” yang tiba-tiba punah dalam setahun? Apa yang akan terjadi bila mahasiswa lebih memilih bidang yang populer dan secara tiba-tiba terjadi surplus pada tenaga kerja, karena pekerjaan menyusut? Kita juga perlu mempertanyakan, apakah industri tempat kita bekerja masih diperlukan masyarakat? Apakah kehadiran kita di kantor memang memberikan konstribusi yang signifikan?
Siaga dalam Bekerja
Kita memang tidak hidup di generasi orang tua kita di mana pendidikan dan pekerjaan seperti garis linear, yang bisa diprediksikan. Bukankah kita sadar bahwa pendidikan pertanian di negara kita menghasilkan sarjana ahli pertanian dan perikanan yang handal tetapi kemudian bekerja sebagai bankir, analis finance atau pekerjaan yang sama sekali bertolak belakang dengan pendidikannya. Terlepas dari tanggungjawab berprofesinyadan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dari sini sebetulnya kita bisa memahami bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Seorang ahli IT direkrut sebagai manajer di sebuah perusahaan besar. Bawahan yang terampil dan akuntabel membuat manajer ini bisa sedikit bersantai dan tinggal memanage anak buahnya saja. Tanpa disadari, dalam perkembangannya, manajemen merasa bahwa manajer ini sudah tidak mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam knowledge management dan teknologi informasi, sehingga terpaksa menggantikannya dengan seseorang yang dianggap lebih ahli dan kreatif. Kemampuan teknis yang kita rasakan cukup dalam waktu singkat bisa tidak memadai lagi. Manajer ini lupa bahwa kita tidak bisa puas dengan apa yang sudah kita miliki. Banyak hal baru yang perlu dipelajari. Bukan hanya paham, tetapi juga harus mendalam. Bukan hanya terkait keahlian teknis tetapi juga kreativitas, wawasan dan interpersonal. Ini tentu membangkitkan kewaspadaan kita agar selalu bisa cair beradaptasi, flexibel, dan siap menerima perubahan dengan cepat. “ Careers will come and go, as do businesses and industries view a job as temporary gig and learn how to springboard to the next emerging oppuortunities and needs,” demikan ungkap seorang futuris.
Ubah Paradigma terhadap Pekerjaan
Dulu kita sering terpukau dengan titel pekerjaan seperti, dokter, insinyur, bankir, manajer bahkan direktur. Namun dalam dunia kerja yang kompleks ini, kita tahu titel pekerjaan menjadi tidak terlalu penting lagi. Kita perlu melihat pekerjaan sebagai set of skills yang diaplikasikan dengan kombinasi yang berbeda-beda terhadap situasi kerja yang berbeda. Seorang dokter perlu memilih apakah ia akan menjadi ahli jamur, parasit ataupun hal yang lebih spesifik lagi. Seorang insyinyur juga perlu memilih bidang otomotif, mekatronik, atau bidang spesifik lainnya. Bila kita bekerja di perusahaan besar, kita lebih baik mulai melihat tugas kita sebagai proyek-proyek atau kontrak-kontrak yang harus tuntas dan bernilai tambah.
Pendidikan saat ini termasuk salah satu hal yang sangat penting. Saat ini hampir semua orang tua berusaha keras untuk mencari sekolah yang terbaik bagi anak-anak mereka. Tujuannya tentu untuk mempersiapkan masa depan anak-anaknya. Semua orang berharap sekolah akan membantu memberi arah agar individu bisa lebih siap memasuki dunia kerja. Tetapi, kita sadar bahwa betapa dunia kerja semakin lama semakin kompleks, dan semakin bervariasi.
Ya, dua puluh tahun lalu, kita tidak pernah berpikir akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru seperti computer programmer, network engineer, wedding organizer atau financial consultant. Nandan M. Nilekani, managing director Infosys Technologies, bahkan memperkirakan akan terciptanya 20.000 jabatan baru di tahun 2015. Bagaimana kita yang sudah terjun di dunia kerja mempersiapkan hal ini? Sekolah seperti apa yang perlu kita cari? Training seperti apa yang perlu kita ikuti? Bagaimana sekolah mempersiapkan lulusan “siap kerja”, sementara jenis pekerjaan di masa depan belum jelas bentuk dan variasinya?
Kalau sebelum ini, kita menghawatirkan bahwa dengan globalisasi, tenaga asing akan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dkerjakan oleh orang pribumi. Sekarang kita perlu melihat ancaman dalam pekerjaannya sendiri. Apakah dalam model bisnis masa depa pekerjaan saya masih perlu dikerjakan secara manual? Inovasi perbankan telah menghadirkan ATM sehingga orang tidak perlu mengantri di bank untuk mmenarik, mentransfer, bahkan menyetor uang. Bagaimana kalau kita bekerja di bidang seperti “ Investment Banking” yang tiba-tiba punah dalam setahun? Apa yang akan terjadi bila mahasiswa lebih memilih bidang yang populer dan secara tiba-tiba terjadi surplus pada tenaga kerja, karena pekerjaan menyusut? Kita juga perlu mempertanyakan, apakah industri tempat kita bekerja masih diperlukan masyarakat? Apakah kehadiran kita di kantor memang memberikan konstribusi yang signifikan?
Siaga dalam Bekerja
Kita memang tidak hidup di generasi orang tua kita di mana pendidikan dan pekerjaan seperti garis linear, yang bisa diprediksikan. Bukankah kita sadar bahwa pendidikan pertanian di negara kita menghasilkan sarjana ahli pertanian dan perikanan yang handal tetapi kemudian bekerja sebagai bankir, analis finance atau pekerjaan yang sama sekali bertolak belakang dengan pendidikannya. Terlepas dari tanggungjawab berprofesinyadan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dari sini sebetulnya kita bisa memahami bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Seorang ahli IT direkrut sebagai manajer di sebuah perusahaan besar. Bawahan yang terampil dan akuntabel membuat manajer ini bisa sedikit bersantai dan tinggal memanage anak buahnya saja. Tanpa disadari, dalam perkembangannya, manajemen merasa bahwa manajer ini sudah tidak mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam knowledge management dan teknologi informasi, sehingga terpaksa menggantikannya dengan seseorang yang dianggap lebih ahli dan kreatif. Kemampuan teknis yang kita rasakan cukup dalam waktu singkat bisa tidak memadai lagi. Manajer ini lupa bahwa kita tidak bisa puas dengan apa yang sudah kita miliki. Banyak hal baru yang perlu dipelajari. Bukan hanya paham, tetapi juga harus mendalam. Bukan hanya terkait keahlian teknis tetapi juga kreativitas, wawasan dan interpersonal. Ini tentu membangkitkan kewaspadaan kita agar selalu bisa cair beradaptasi, flexibel, dan siap menerima perubahan dengan cepat. “ Careers will come and go, as do businesses and industries view a job as temporary gig and learn how to springboard to the next emerging oppuortunities and needs,” demikan ungkap seorang futuris.
Ubah Paradigma terhadap Pekerjaan
Dulu kita sering terpukau dengan titel pekerjaan seperti, dokter, insinyur, bankir, manajer bahkan direktur. Namun dalam dunia kerja yang kompleks ini, kita tahu titel pekerjaan menjadi tidak terlalu penting lagi. Kita perlu melihat pekerjaan sebagai set of skills yang diaplikasikan dengan kombinasi yang berbeda-beda terhadap situasi kerja yang berbeda. Seorang dokter perlu memilih apakah ia akan menjadi ahli jamur, parasit ataupun hal yang lebih spesifik lagi. Seorang insyinyur juga perlu memilih bidang otomotif, mekatronik, atau bidang spesifik lainnya. Bila kita bekerja di perusahaan besar, kita lebih baik mulai melihat tugas kita sebagai proyek-proyek atau kontrak-kontrak yang harus tuntas dan bernilai tambah.
Pendidikan saat ini termasuk salah satu hal yang sangat penting. Saat ini hampir semua orang tua berusaha keras untuk mencari sekolah yang terbaik bagi anak-anak mereka. Tujuannya tentu untuk mempersiapkan masa depan anak-anaknya. Semua orang berharap sekolah akan membantu memberi arah agar individu bisa lebih siap memasuki dunia kerja. Tetapi, kita sadar bahwa betapa dunia kerja semakin lama semakin kompleks, dan semakin bervariasi.
Ya, dua puluh tahun lalu, kita tidak pernah berpikir akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru seperti computer programmer, network engineer, wedding organizer atau financial consultant. Nandan M. Nilekani, managing director Infosys Technologies, bahkan memperkirakan akan terciptanya 20.000 jabatan baru di tahun 2015. Bagaimana kita yang sudah terjun di dunia kerja mempersiapkan hal ini? Sekolah seperti apa yang perlu kita cari? Training seperti apa yang perlu kita ikuti? Bagaimana sekolah mempersiapkan lulusan “siap kerja”, sementara jenis pekerjaan di masa depan belum jelas bentuk dan variasinya?
Kalau sebelum ini, kita menghawatirkan bahwa dengan globalisasi, tenaga asing akan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dkerjakan oleh orang pribumi. Sekarang kita perlu melihat ancaman dalam pekerjaannya sendiri. Apakah dalam model bisnis masa depa pekerjaan saya masih perlu dikerjakan secara manual? Inovasi perbankan telah menghadirkan ATM sehingga orang tidak perlu mengantri di bank untuk mmenarik, mentransfer, bahkan menyetor uang. Bagaimana kalau kita bekerja di bidang seperti “ Investment Banking” yang tiba-tiba punah dalam setahun? Apa yang akan terjadi bila mahasiswa lebih memilih bidang yang populer dan secara tiba-tiba terjadi surplus pada tenaga kerja, karena pekerjaan menyusut? Kita juga perlu mempertanyakan, apakah industri tempat kita bekerja masih diperlukan masyarakat? Apakah kehadiran kita di kantor memang memberikan konstribusi yang signifikan?
Siaga dalam Bekerja
Kita memang tidak hidup di generasi orang tua kita di mana pendidikan dan pekerjaan seperti garis linear, yang bisa diprediksikan. Bukankah kita sadar bahwa pendidikan pertanian di negara kita menghasilkan sarjana ahli pertanian dan perikanan yang handal tetapi kemudian bekerja sebagai bankir, analis finance atau pekerjaan yang sama sekali bertolak belakang dengan pendidikannya. Terlepas dari tanggungjawab berprofesinyadan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dari sini sebetulnya kita bisa memahami bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Seorang ahli IT direkrut sebagai manajer di sebuah perusahaan besar. Bawahan yang terampil dan akuntabel membuat manajer ini bisa sedikit bersantai dan tinggal memanage anak buahnya saja. Tanpa disadari, dalam perkembangannya, manajemen merasa bahwa manajer ini sudah tidak mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam knowledge management dan teknologi informasi, sehingga terpaksa menggantikannya dengan seseorang yang dianggap lebih ahli dan kreatif. Kemampuan teknis yang kita rasakan cukup dalam waktu singkat bisa tidak memadai lagi. Manajer ini lupa bahwa kita tidak bisa puas dengan apa yang sudah kita miliki. Banyak hal baru yang perlu dipelajari. Bukan hanya paham, tetapi juga harus mendalam. Bukan hanya terkait keahlian teknis tetapi juga kreativitas, wawasan dan interpersonal. Ini tentu membangkitkan kewaspadaan kita agar selalu bisa cair beradaptasi, flexibel, dan siap menerima perubahan dengan cepat. “ Careers will come and go, as do businesses and industries view a job as temporary gig and learn how to springboard to the next emerging oppuortunities and needs,” demikan ungkap seorang futuris.
Ubah Paradigma terhadap Pekerjaan
Dulu kita sering terpukau dengan titel pekerjaan seperti, dokter, insinyur, bankir, manajer bahkan direktur. Namun dalam dunia kerja yang kompleks ini, kita tahu titel pekerjaan menjadi tidak terlalu penting lagi. Kita perlu melihat pekerjaan sebagai set of skills yang diaplikasikan dengan kombinasi yang berbeda-beda terhadap situasi kerja yang berbeda. Seorang dokter perlu memilih apakah ia akan menjadi ahli jamur, parasit ataupun hal yang lebih spesifik lagi. Seorang insyinyur juga perlu memilih bidang otomotif, mekatronik, atau bidang spesifik lainnya. Bila kita bekerja di perusahaan besar, kita lebih baik mulai melihat tugas kita sebagai proyek-proyek atau kontrak-kontrak yang harus tuntas dan bernilai tambah.
Pendidikan saat ini termasuk salah satu hal yang sangat penting. Saat ini hampir semua orang tua berusaha keras untuk mencari sekolah yang terbaik bagi anak-anak mereka. Tujuannya tentu untuk mempersiapkan masa depan anak-anaknya. Semua orang berharap sekolah akan membantu memberi arah agar individu bisa lebih siap memasuki dunia kerja. Tetapi, kita sadar bahwa betapa dunia kerja semakin lama semakin kompleks, dan semakin bervariasi.
Ya, dua puluh tahun lalu, kita tidak pernah berpikir akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru seperti computer programmer, network engineer, wedding organizer atau financial consultant. Nandan M. Nilekani, managing director Infosys Technologies, bahkan memperkirakan akan terciptanya 20.000 jabatan baru di tahun 2015. Bagaimana kita yang sudah terjun di dunia kerja mempersiapkan hal ini? Sekolah seperti apa yang perlu kita cari? Training seperti apa yang perlu kita ikuti? Bagaimana sekolah mempersiapkan lulusan “siap kerja”, sementara jenis pekerjaan di masa depan belum jelas bentuk dan variasinya?
Kalau sebelum ini, kita menghawatirkan bahwa dengan globalisasi, tenaga asing akan menguasai pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dkerjakan oleh orang pribumi. Sekarang kita perlu melihat ancaman dalam pekerjaannya sendiri. Apakah dalam model bisnis masa depa pekerjaan saya masih perlu dikerjakan secara manual? Inovasi perbankan telah menghadirkan ATM sehingga orang tidak perlu mengantri di bank untuk mmenarik, mentransfer, bahkan menyetor uang. Bagaimana kalau kita bekerja di bidang seperti “ Investment Banking” yang tiba-tiba punah dalam setahun? Apa yang akan terjadi bila mahasiswa lebih memilih bidang yang populer dan secara tiba-tiba terjadi surplus pada tenaga kerja, karena pekerjaan menyusut? Kita juga perlu mempertanyakan, apakah industri tempat kita bekerja masih diperlukan masyarakat? Apakah kehadiran kita di kantor memang memberikan konstribusi yang signifikan?
Siaga dalam Bekerja
Kita memang tidak hidup di generasi orang tua kita di mana pendidikan dan pekerjaan seperti garis linear, yang bisa diprediksikan. Bukankah kita sadar bahwa pendidikan pertanian di negara kita menghasilkan sarjana ahli pertanian dan perikanan yang handal tetapi kemudian bekerja sebagai bankir, analis finance atau pekerjaan yang sama sekali bertolak belakang dengan pendidikannya. Terlepas dari tanggungjawab berprofesinyadan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dari sini sebetulnya kita bisa memahami bahwa kemampuan belajar dan beradaptasi adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Seorang ahli IT direkrut sebagai manajer di sebuah perusahaan besar. Bawahan yang terampil dan akuntabel membuat manajer ini bisa sedikit bersantai dan tinggal memanage anak buahnya saja. Tanpa disadari, dalam perkembangannya, manajemen merasa bahwa manajer ini sudah tidak mampu membuat terobosan-terobosan baru dalam knowledge management dan teknologi informasi, sehingga terpaksa menggantikannya dengan seseorang yang dianggap lebih ahli dan kreatif. Kemampuan teknis yang kita rasakan cukup dalam waktu singkat bisa tidak memadai lagi. Manajer ini lupa bahwa kita tidak bisa puas dengan apa yang sudah kita miliki. Banyak hal baru yang perlu dipelajari. Bukan hanya paham, tetapi juga harus mendalam. Bukan hanya terkait keahlian teknis tetapi juga kreativitas, wawasan dan interpersonal. Ini tentu membangkitkan kewaspadaan kita agar selalu bisa cair beradaptasi, flexibel, dan siap menerima perubahan dengan cepat. “ Careers will come and go, as do businesses and industries view a job as temporary gig and learn how to springboard to the next emerging oppuortunities and needs,” demikan ungkap seorang futuris.
Ubah Paradigma terhadap Pekerjaan
Dulu kita sering terpukau dengan titel pekerjaan seperti, dokter, insinyur, bankir, manajer bahkan direktur. Namun dalam dunia kerja yang kompleks ini, kita tahu titel pekerjaan menjadi tidak terlalu penting lagi. Kita perlu melihat pekerjaan sebagai set of skills yang diaplikasikan dengan kombinasi yang berbeda-beda terhadap situasi kerja yang berbeda. Seorang dokter perlu memilih apakah ia akan menjadi ahli jamur, parasit ataupun hal yang lebih spesifik lagi. Seorang insyinyur juga perlu memilih bidang otomotif, mekatronik, atau bidang spesifik lainnya. Bila kita bekerja di perusahaan besar, kita lebih baik mulai melihat tugas kita sebagai proyek-proyek atau kontrak-kontrak yang harus tuntas dan bernilai tambah.
Menjadi pengusaha adalah pilihan karier yang menantang dan bisa diraih oleh siapapun tanpa syarat gelar dan bukan karena bakat atau keturunan! Kalau saja, 25-an tahun yang silam saya tidak memilih drop out dari UGM boleh jadi di Indonesia tidak akan pernah ada bimbingan belajar berkembang menjadi bisnis nasional dengan outlet kini sampai 520-an di hampir semua provinsi di tanah air. Oleh karena kecewa pada sistem pendidikan dan perkuliahan pada waktu itu, saya keluar dan mendirikan Primagama yang kini menjadi Holding Company dengan beragam usaha.
Selasa, 01 Maret 2011
usaha
5 Tips Pertimbangan Memilih Franchise
Saat ini Anda mungkin bingung untuk memulai usaha, tapi Anda tidak ingin mengambil resiko dengan memulai dari awal, dalam hal ini Anda bisa mempunyai bisnis Franchise. Dengan membeli franchise, Anda akan diberi format dan sistim yang dibangun oleh franchisor, hak untuk memakai nama franchisor untuk jangka waktu tertentu dan asistensi dalam menjalankan bisnis.
Berikut adalah 5 hal yang perlu Anda pertimbangkan dalam membeli sebuah franchise :
1. Kontrol
Untuk memastikan keseragaman, franchisor akan mengontrol bagaimana franchisee melakukan usahanya. Hal ini dapat membatasi anda dalam mengambil keputusan berdasarkan intuisi bisnis Anda sendiri.
2. Biaya Franchise
Yang mungkin tidak bisa di-refund, dapat berkisar dari puluhan sampai ratusan juta bahkan milyaran rupiah.
3. Biaya Advertising
Anda mungkin harus membayar biaya advertising. Sebagian dari biaya ini mungkin akan digunakan untuk membiayai advertising secara nasional, atau menarik franchisee baru, yang tidak langsung mempunyai efek terhadap target market outlet Anda.
4. Pembayaran Royalti
Anda biasanya harus membayar royalti kepada franchisor meskipun usaha Anda belum menghasilkan income yang memuaskan. Royalti biasanya berdasarkan penjualan kotor per bulan. Selain itu, royalti juga dibayar untuk hak menggunakan nama franchisor
5. Terminasi & Renewal
Anda dapat kehilangan hak franchise anda bila anda melanggar kontrak. Selain itu, hak franchise ada jangka waktunya. Setelah itu, tidak ada jaminan Anda dapat membaharuinya (renewal). Franchisor bisa saja memutuskan kontrak jika Anda, sebagai contoh, gagal membayar royalti atau gagal memenuhi standard performance. Jika hak franchise Anda dihentikan, maka anda akan kehilangan investasi Anda. Perjanjian franchise bisa untuk 5, 10 atau 20 tahun. Setelah itu, franchisor bisa saja menolak untuk memperbaharui kontrak franchise anda.
Membeli frenchise memang ada keuntungan dan kerugiannnya karena itu Anda harus jeli dan hati-hati dalam memilih dan membeli franchise.
Artikel 5 Tips Pertimbangan Memilih Franchise ini dipersembahkan oleh TDWClub.com.
Langganan:
Postingan (Atom)